Mengenal Masjid Tertua Di Sumatera Barat, Masjid Tuo Pariangan

 

Mengenal Masjid Tertua Di Sumatera Barat, Masjid Tuo Pariangan


MINANGKABAU , Editor  - Peradaban Islam di Sumatera Barat, berkembang, mulai dari penganutnya sampai pada bangunan sejarah di wilayah ini. Masjid Tuo Pariangan merupakan masjid tertua di Sumatera barat, lokasi Masjid Tua Pariangan pertama kali berada di depan kuburan panjang Datuak Tantejo Gurhano sekitar abad ke-10. Di karenakan sudah mulai berkembang maka masjid ini tidak dapat menampung jamaah yang sudah mulai ramai.

Maka lokasinya di pindahkan ke belakang tepatnya di samping sumber air panas. Alasan mengapa masjid ini di pindahkan ke belakang agar jamaah/masyarakat sekitar tidak jauh mengambil air wudhu/dekat dengan sumber air panas dan juga pemilihan tempat untuk membangun masjid ini harus mencari tanah yang datar maka di temukanlah tanah yang datar di samping sumber air panas yang menjadi asal nama dari Luhak Nan Data.

Di dalam masjid Tuo Pariangan ini terdapat 8 pilar yang di bagi menjadi 2 bagian yaitu 4 pilar besar yang berada di depan dan 4 pilar kecil yang berada di belakang.

4 pilar besar yang berada di depan melambangkan 4 ulama besar yang membangun masjid ini, yaitu Tuanku Pali Mayu,Tuanku Koto Pisang, Tuanku Dalimo Panjang jo Piliang Laweh,Tuanku Dalimo Singkek jo Sikumbang.

4 pilar kecil melambangkan 4 niniak mamak ampek paruik dan 4 julai, dalam 1 julai terdapat 2 suku. Julai yang pertama terdapat suku Piliang dan Malayu, julai yang kedua terdapat suku Koto dan Pisang, julai yang ketiga terdapat suku Dalimo Panjang dan Piliang Laweh, julai yang keempat terdapat suku Dalimo Singkek dan Sikumbang.

Dan 8 pilar masjid ini juga bisa melambangkan 8 suku yang terdapat di Pariangan yaitu, Piliang, Malayu, Koto, Pisang, Dalimo Panjang, Piliang Laweh, Dalimo Singkek, Sikumbang.

Awal pembangunan setelah di pindahkan ke belakang ,masjid ini masih berukuran kecil namun lebih besar dari yang lama, dan juga terdapat barando.

Lalu kemudian masjid ini mangalami renovasi besar-besaran untuk memperluas/ memperbesar area masjid pada tahun 1965-1985. Oleh karena itu terpaksa Berando di pindahkan ke belakang, dan lantai masjid yang awalnya kayu diubah menjadi semen.

Harapan narasumber Datuak Mangkudun (Drs. Dalimi Kasim), agar keasrian masjid tetap di jaga/dirawat, dan tidak ubah dari bentuk/ciri khas masjid ini. Dimana seperti terjadi dahulu para perantau yang datang dari Jakarta ingin merenovasi besar-besaran lagi pada masjid ini.

"Perantau dari Jakarta ingin membuat masjid ini menjadi bertingkat, namun Datuak Mangkudun dan tokoh-tokoh masyarakat sekitar menolaknya dengan alasan tidak ingin mengubah keasrian, ciri khas masjid ini, "ungkap Datuak mangkudun.

** Afridon


Posting Komentar

0 Komentar