Hampir seluruh rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan di Indonesia mengalami kelebihan kapasitas atau overcrowded yang merata. Cabang Rumah Tahanan Bagansiapiapi di Riau adalah yang paling padat se-Indonesia.
Dengan daya tampung untuk 98 orang, Rutan Bagansiapiapi berisi 806 orang. Dengan kata lain, terdapat kelebihan kapasitas hingga 822%.
Para warga binaan di rutan tersebut ada yang berstatus tahanan maupun narapidana. Tahanan adalah mereka yang belum divonis pengadilan, sementara narapidana sudah.
"Memang bangunan dan jumlah kamar sudah tidak memenuhi standar," kata Kepala Cabang Rutan Bagansiapiapi, Jupri Jabbar kepada BBC Indonesia di Bagansiapiapi, pekan lalu.
"Di sini setiap kamar diisi rata-rata 53 orang. Itu memang tidak layak," tambahnya.
Otoritas penyelenggaran lembaga pemasyarakatan mengaku tidak bisa berbuat banyak terhadap kelebihan kapasitas itu. Alasannya karena punya kewajiban untuk menampung para tahanan dan warga binaan.
Memuat orang yang delapan kali melebihi kapasitasnya membuat Rutan Bagansiapiapi menjadi tak layak huni. Para warga binaan harus berbagi ruang di dalam kamar sel yang sempit dengan rekannya.
Membludaknya warga binaan ini berbanding terbalik pula dengan jumlah sipir atau pegawai Rutan Bagansiapiapi. Total hanya ada 35 orang pegawai, termasuk petugas keamanan, yang dibagi masing-masing shift sebanyak lima orang.
"Yang penting bagi kami adalah bagaimana agar tidak terjadi gangguan keamanan. Itu sudah cukup," kata Jupri.
Kondisi kepadatan di Bagansiapiapi
Hawa panas dan pengap menyergap ketika BBC Indonesia memasuki sel tahanan berukuran 4 X 6 meter. Hujan yang turun sore itu, tak kuasa membendung rasa gerah karena di dalamnya ada sekitar 50 orang.
Mereka duduk dan rebahan di dalam kamar berisi dipan yang disusun bertingkat. Lebih dari 10 kipas angin di dalam kamar seakan tak berfungsi karena tetap saja gerah dan sesak.
Dengan perbandingan jumlah orang dan ukuran kamar itu, maka setiap orang rata-rata memiliki ruang sekitar 0,45 meter persegi. Tentu tidak cukup untuk berbaring sepenuh badan ketika tidur.
Otoritas rutan mengakui angka 0,45 meter persegi untuk tiap orang tersebut tidak layak. "Mau bagaimana lagi? Kami sebisa mungkin menampung mereka dan tetap memenuhi hak-hak mereka," kata Jupri.
Para warga binaan kemudian menyulap sel tersebut menjadi tempat tidur empat tingkat dengan ketinggian masing-masing sekitar 60 sentimeter. Dengan demikian, setiap orang kebagian posisi tidur masing-masing.
Sehari-hari, para warga binaan menghabiskan waktu di dalam sel sempit dan sumpek itu dengan bercengkerama, termasuk bermain catur.
Seorang narapidana bernama Suherwan Handoko mengakui hawa panas itu kerap membuat mereka tidak bisa tidur di malam hari. "Bukan cuma panas, bahkan juga berkeringat," kata narapidana kasus pencurian ini.
Para penghuni, kata Suherman, baru bisa tenang dan terlelap di atas tengah malam setelah suhu udara menurun dan sejuk. "Ya sebelum itu kami kipasan saja," kata penghuni sel nomor 13 itu.
Cara para warga binaan bertahan hidup
Hidup di ruang padat membuat penghuninya harus berdamai dengan kondisi yang sempit-sempitan. Kebersamaan antarpara warga binaan, termasuk dengan sipir penjara, diperlukan di sini.
Seperti penjara lainnya, pengelola Rutan Bagansiapiapi mengajak warga binaan untuk mengelola bersama tempat tinggal mereka. Dari masing-masing sel ditunjuk kepala kamar atau palkam.
Selain mengatur anggota dalam satu sel, palkam berfungsi sebagai penghubung dengan otoritas penjara. "Kami merasa dirangkul dan dilibatkan oleh petugas," kata Hendra, palkam sel nomor 8.
Seorang palkam mengatur sistem kerja untuk membersihkan masing-masing sel, termasuk kamar mandi di dalamnya. Juga jadwal untuk mengambil dan membagikan makanan kepada sesama warga sel.
Untuk menggunakan kamar mandi yang ada di dalam tiap sel, mereka juga harus bergantian. Dalam tiap sel terdapat dua kamar mandi termasuk toilet yang masing-masing berukuran 1 X 2 meter.
Para warga binaan juga kerap menggelar acara keagamaan agar tidak lagi berbuat kriminal. "Kami menggelar yasinan setiap malam Jumat," kata Widodo, salah seorang narapidana.
Sementara bagi warga binaan yang beragama Kristen, diadakan doa bersama yang digelar dalam salah satu sel dan dipimpin seorang pendeta yang menjadi narapidana di sana.
Penanganan oleh sipir dan pengelola rutan
Menangani penjara yang melebihi kapasitas hingga 800%, perlu cara tersendiri agar para penghuninya tidak melakukan hal-hal yang merugikan, seperti berkelahi, kabur, membuat keributan, dan sebagainya.
Jupri sebagai pimpinan tertinggi rutan Bagansiapiapi menerapkan pendekatan yang merangkul para narapidana. Ia dan para sipir kerap turun langsung menyapa, juga ikut dalam kegiatan para warga binaan.
Bahkan Jupri tak segan untuk dicukur rambutnya oleh narapidana yang membuka tempat pangkas rambut di dalam rutan. Cara tersebut membuat sipir dan warga binaan seakan tidak berjarak. Selama 10 bulan bertugas di sana Jupri sudah empat kali dicukur narapidana.
"Saya juga rutin mengadakan pertemuan dengan perwakilan warga binaan dan kepala kamar. Untuk mendengarkan langsung apa keluhan mereka dan berusaha mencari jalan," kata Jupri.
Selain memberikan sentuhan personal, rutan Bagansiapiapi juga memiliki fasilitas yang bisa menjadi sarana hiburan bagi tahanan. Antara lain tiga unit meja biliar, lapangan olah raga, dan televisi di depan masing-masing sel.
Juga terdapat beberapa fasilitas lainnya seperti masjid tempat beribadah, poliklinik kesehatan, hingga pemeriksaan kesehatan rutin. "Biasanya keluhannya penyakit kulit," kata Jupri.
Berdasarkan data Rutan Bagansiapiapi, terdapat tiga orang narapidana yang harus diisolasi karena penyakit yang mereka idap. Antara lain dua orang TBC dan satu lainnya mengidap HIV.
** Afridon
0 Komentar