Pemondok Tahfidz Putri Nusaibah Binti Ka’ab Siap Hadapi Zaman Now

 




   Penulis       :     Afridon

Zaman telah berubah. Orang berlalu lalang dan bepergian yang dulunya berjalan kaki kini sudah memakai kendaraan. Atau pun orang yang berkomunikasi jarak jauh tidak harus bertemu. Karena sudah ada telepon. Tentunya selain kondisi fisik zaman yang sudah berbeda, tentu teknologi berasal dari pemikiran yang modern juga.

Santri pun demikian. Dari zaman ke zaman harus mampu ikut andil dalam perkembangan zaman. Santri merupakan penopang bangsa yang perannya tidak dapat dilupakan begitu saja sepanjang perjalanan sejarah bangsa ini. Meskipun dalam buku sekolah tidak tercatat peran santri dulu.

Perkembangan zaman yang pesat ini tak hanya membawa dampak positif. Banyak sekali hal-hal yang buruk bahkan merusak. Salah satu akibatnya yakni dekadensi moral. Orang perlahan mulai tak peduli akan nilai kemanusiaan. Tanpa berpikir panjang orang dengan mudahnya menciderai nilai kemanusiaan. Membunuh, menyiksa, melakukan kekarasan, memperkosa serta melakukan kegiatan amoral lainnya.

Hal ini diperparah dengan penguasa yang lalai tugasnya. Tanpa rasa malu mereka merampas hak rakyatnya. Melakukan korupsi besar-besaran tanpa peduli di daerah-daerah rakyatnya menderita. Naasnya, korupsi ini terjadi tidak hanya dikalangan pemerintah pusat saja, akan tetapi sudah mengakar sampai di tingkat pedesaan. Sungguh riskan, mengingat mereka bukanlah orang sembarangan. Bukan orang-orang awam dan jalanan yang tak mengenyam pendidikan tinggi.

Peran santri di era globalisasi

Santri merupakan sebutan bagi orang yang belajar ilmu agama. Dalam percaturan nasional, santri kerap dipandang sebelah mata. Mereka dipandang sebagai kaum kolot. Amat tertinggal akan ilmu pengetahuan. Santri identik dengan tradisional. Hanya sibuk mengurusi urusan agama saja.

Penulis sendiri mempunyai teman yang diremehkan tetangganya karena memutuskan mondok. Tetangganya beranggapan mondok tidak menjanjikan apapun bagi masa depan. Tentu saja anggapan seperti itu tidak benar. Santri tidak hanya mereka yang sibuk di pesantren dengan urusan ilmu agama saja.Ini yang membuat orang tua Aisyah Zahra Amelia anak Pasangan Afridon dan Mesayu Shinta Rossana  berjuang Pindahkan Semester II  MTSN 1  Model  kota Pariaman  sekolah Favorit itu

Menurut  Mesayu Shinta Rossana Anak Zaman Now  Selama  satu Semester I sejak daring di berlakukan anak –anak  banyak salah dalam pengunakan Teknologi dan banyak di gunakan hal hal yang tidak berguna hingga  Setor hafalan Al Qur’an dari 2 Juz selama satu Semester  tidak ada penambahan Hafalan Al Qu’ran

‘’  Orang tua Hilda  anak Lulusan SD Mutiara Kota Pariaman merasakan Pondok Taffidz Putri Nusaidah Bin Ka’bah pilihan yang tepat untuk yang taat beragama  dan patuh pada orang tua  perubahan  kini sudah banyak zaman Naw ‘’kata  Sabril

 Begitu juga yang di rasakan oleh Orang Tua  Sisil    yang datangi nagari Sampan kabupaten Padangpariaman, saat ini kita harus kembali mengali belajar Al Qur’an

Keberhasilan santri yang telah lulus banyak  berprestasi di atas harusnya menjadi pelecut semangat sekaligus kebanggaan bagi para santri nusantara lainnya. Tetap optimistis menjawab tantangan zaman. Pantang menyerah untuk terus belajar dan belajar. Karena entitas santri sendiri adalah orang yang belajar. Tidak ada kata mantan bagi kata santri

Yang ada sekali santri ia melekat seumur hidup bagi penyandangnya. Indonesia sangat memerlukan peran santri. Dalam sejarah negeri ini, santri mempunyai andil yang amat besar. Menjadi pahlawan yang gigih memerangi penjajah yang mencoba merebut tanah air.

Nabi pernah bersabda, Tholabul ilmi faridhoton ‘ala muslimin wa muslimatin. Mencari ilmu wajib hukumnya bagi orang muslim laki-laki maupun perempuan.

Berdasarkan hadis di atas sudah, saatnya para santri bangkit. Menjadi agent of change (agen perubahan). Tidak hanya belajar ilmu agama saja. Tetapi juga ilmu umum. Ini sesuai hadis nabi. Karena kata ‘ilmu tidak diperinci. Bisa saja ilmu agama atau umum. Karena ilmu umum maupun agama sama-sama ilmunya Allah SWT.

Menghadapi tantangan zaman yang kian mengglobal. Di semua lini kehidupan, mulai dari ekonomi, politik, sosial dan budaya. Santri harus mampu menjadi subyek dalam berbagai bidang kehidupan. Mengamalkan ilmu yang ia peroleh dari pesantren. Tidak harus menjadi kiai. Melainkan biasa pejabat, birokrat, insinyur, direktur, pengusaha, dokter, seniman hingga tenaga pendidik bahkan pedagang dan petani serta lainnya.

Santri agen penyelamat ideologi bangsa

Akhir-akhir ini muncul gerakan trans nasional. Mereka membawa ideologi yang tak sesuai dengan realita sosial negeri ini. Tanpa segan atas nama agama mereka melakukan kekerasan. Mencoba mengubah ideologi yang sudah ada dengan ideologi ekstrim tertentu. Salah satunya islam. Mereka ini tidak hanya merongrong NKRI tapi juga merusak citra islam sendiri.

Melakukan perbuatan radikal demi menegakkan perintah agama. Tak segan-segan membunuh orang yang ideologinya berbeda dengan mereka. Justru ini sangat kontras dengan ajaran islam yang sangat anti dengan kekerasan. Islam merupakan agama yang ramah. Ia ajaran yang menjadi rahmat bagi alam.

Santri tak bisa menutup mata terhadap realita ini. Santri lahir dari bumi nuasantara. Untuk itu santri harus menghadang gerakan radikalisme teraebut. Melakukan gerakan-gerakan untuk menangkal gerakan radikal. Karena bagi santri Indonesia merupakan rumah bersama. Meskipun bukan negara islam. Ideologi pancasila sudah sejak dulu diterima. Sebab mampu mempersatukan kemajemukan penduduk Indonesia.

 Indonesia merupakan islam yang khas. Ia berbeda dengan islam negara manapun termasuk timur tengah. Islam yang tumbuh di negara yang bukan islam. Berdialektika dengan kebudayaan lokal. Yang terdiri dari berbagai agama, suku, ras dan etnis.

** Afridon

.

Posting Komentar

0 Komentar