PWI Sumbar
Padang ,Editor – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumatera Barat ( Sumbar ) Heranof Firdaus mengecam keras praktik-praktik penyimpangan profesi wartawan yang akhir-akhir ini marak
Hal itu diungkapkan menyusul masih maraknya kasus permintaan uang oleh orang-orang yang mengaku-ngaku sebagai awak media atau pers.
Maraknya oknum-oknum wartawan abal-abal itu sangat meresahkan masyarakat, sehingga PWI mendesak agar aparat kepolisian menindak tegas mereka dan memproses secara hukum karena telah mencemarkan profesi wartawan dan merugikan masyarakat.
“Maraknya penyimpangan profesi wartawan itu sangat memprihatinkan. Terakhir kasus di Sumatera Barat seperti yang diberitakan belum lama ini. Lalu di kota dan kabuapaten yang daerah sumatera Barat Misalnya berita yang mengungkapkan keresahan kepala sekolah dan kepala desa akan aksi wartawan abal-abal dan berkedok LSM untuk mencari keuntungan pribadi. Ini harus dilawan bareng-bareng, kasihan masyarakat,” terang Ketua PWI Sumatera Barat , Heranof di tumui ruang kerja Selasa ( 23/3/2021 ) Pukul 14.25 Wib
Menurut Heranof, kondisi tersebut harus ditindak tegas mengingat proses panjang dalam membangun pers yang profesional di Indonesia justru dinodai ulah mereka ini.
Polisi harus bertindak oknum wartawan abal-abal yang melakukan pemerasan kepada sejumlah pihak tersebut.
“Praktik seperti itu sebenarnya sudah lama. Tapi masih saja terjadi khususnya di daerah-daerah di Sumatera Barat dan sekitarnya. Praktik meminta uang dengan mengaku-ngaku sebagai awak media seperti ini harus dihentikan karena akan menghancurkan kepercayaan publik terhadap pers. Maka kami bersama PWI menolak keras praktik wartawan abal-abal ini. Kami akan beraudiensi kepada kepolisian untuk mendorong polisi menindak mereka,” tegasnya.
Hal senada disampaikan Ketua PWI Sumbar Heranof Menurutnya, publik harus tahu bahwa praktik meminta uang dan sejenisnya tidak pernah dilakukan oleh jurnalis/wartawan profesional. Ini karena jurnalis/wartawan profesional dalam menjalankan tugas berpegang pada aturan dalam Undang-Undang No. 40/1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik.
Pasal 5 UU Pers menyebutkan kewajiban pers nasional adalah memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah. Peran pers dijelaskan dalam Pasal 6 di antaranya memenuhi hak publik untuk mengetahui informasi.
“Karena itu, praktik meminta selain informasi — apalagi uang — jelas bertentangan dengan undang-undang. Praktik itu juga dilarang secara tegas dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ),” papar Heranof
Pasal 2 KEJ menyebutkan wartawan Indonesia harus menempuh cara-cara profesional dalam menjalankan tugas jurnalistik. Sedangkan Pasal 6 KEJ jelas menyebutkan “wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap”.
Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
Sedangkan suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.
Ketentuan umum dalam UU Pers jelas menyebutkan “wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik”. Dengan demikian, wartawan tidak akan meminta apapun selain informasi kepada siapapun termasuk narasumber.
Meskipun pelaku mengklaim dirinya wartawan, bisa dipastikan praktik seperti itu bukan dilakukan oleh jurnalis/wartawan profesional.
“Merespons hal tersebut, PWI Sumbar Heranof menyatakan sikap, mengecam praktik-praktik permintaan uang oleh pihak-pihak yang mengaku-ngaku sebagai wartawan alias wartawan abal-abal. Kemudian mengimbau masyarakat untuk tidak merespons permintaan uang atau apapun selain informasi oleh orang yang mengaku wartawan/pers, karena praktik itu tidak mungkin dilakukan wartawan profesional,” imbuhnya.
** Afridon.
0 Komentar