PADANG ,EDITOR -Menanggapi Diskusi Jaringan Pemred Sumbar (JPS) yang diadakan di Hotel Grand Zuri pada Kamis, 25 Februari 2021, yang dihadiri Oleh HKI, DPRD sumbar, Akademisi Unand. Banyak hal yang harus diluruskan dari pernyataan yang narasumber sampaikan.
Kepala Departemen dan Aadvokasi WALHI Sumbar, Tommy Adam, menilai paparan dari narasumber yang terdiri dari pemerintah, HKI, serta akademisi Unand hanya melihat aspek pembangunan jalan tol pada konteks umum. Gagasan yang mereka berikan juga hanya mengacu pada aspek dampak positif adanya jalan tol seperti koneksi yang semakin tinggi dan efisiensi jarak tempuh.
“Di satu sisi mereka tidak mengetahui ancaman bahwa rencana jalan tol tersebut melewati pemukiman padat penduduk dan lahan produktif masyarakat. Yang disana terdapat kearifan lokal serta adat istiadat dalam tanah yang dilalui tersebut,” kata Tommy Adam lewat relis media, Jumat (26/2/2021).
Bahkan beberapa hari yang lalu, peta jalur tol baru diketahui oleh Pemda, camat dan pemerintah nagari di Padang Pariaman ketika pembahasan Konsultasi Publik Amdal rencana jalan tol yang melalui Kecamatan 2x11 Kayu Tanam dan 2x 11 Enam Lingkung, itupun ketika WALHI Sumbar meminta menayangkan peta GIS jalur tol melalui Google Earth.
Pada pertemuan di Grand Zuri tersebut, kata Tommy, ada hal yang cukup menggelitik adalah pernyataan Dr Asrinaldi terkait penelitian yang dilakukannya menyebutkan bahwa mayoritas masyarakat tidak menolak pembangunan jalan tol, perlu dipertanyakan.
Tommy membeberkan ada beberapa nagari yang menolak jalan tol tersebut berada di wilayah kelola mereka. Contoh perjuangan masyarakat yang berhasil adalah dialihkannya jalan tol seksi Padang-Sicincin. Rekomendasi Tim Kajian Keberatan Pemprov Sumbar untuk mengganti trase jalan tol Padang Pariaman–Pekanbaru yang melewati Nagari Sicincin, Kecamatan 2x11 Enam Lingkung dan Nagari Sungai Abang, Kecamatan Lubuak Alung.
Pemindahan ini karena adanya penolakan dari masyarakat di Nagari Sicincin dan Nagari Sungai Abang karena melewati pemukiman penduduk, setidaknya Terdapat sebanyak 246 rumah yang terkena proyek tol. Selain itu, ada 5 Kenagarian di Kabupaten 50 Kota yang meminta jalur tol dialihkan karena melewati pemukiman padat penduduk.
Dari analisis WALHI Sumbar berdampak sekitar 72 hektar lahan yang di dalamnya terdapat sawah, ladang dan sekitar 539 rumah dari 1.000 keluarga.
“Sehingga penelitian ini akan menimbulkan pertanyaan bagi orang yang sudah melihat dan merasakan keadaan di lapangan. Apa metode yang digunakan oleh Bapak Dr Asrinaldi dalam penelitiannya, apakah benar benar responden yang dipilih sudah mewakili masyarakat dan terkhusus masyarakat yang terdampak jalan tol ?,” ujarnya.
Tommy mengatakan secara umum pembangunan jalan tol di Sumatera Barat tidak bisa disamakan dengan daerah lainnya. Ada aspek penting yang harus dilihat seperti, tanah ulayat pada bagian yang tak terpisahkan dari identitas diri masyarakat Minang (Pusako). Selain itu masyarakat yang pada umumnya menggantungkan hidupnya dari pertanian.
WALHI Sumbar menilai, bahwa upaya pemerintah sekarang bukanlah mensosialisasikan dampak baik dari jalan tol saja, tapi langsung melihat jalur trase tol tersebut dan mengunjungi Nagari-Nagari yang akan terdampak dari proses pembangunan ini.
“Dalam upaya turun kelapangan tersebut, Bapak/ Ibu bisa melihat apakah jalur tersebut berada di lahan produktif /lahan kelola masyarakat. Bila berada di wilayah kelola masyarakat dan akan merugikan masyarakat kedepan, akan lebih baik dipertimbangkan jalur yang ada sekarang agar dialihkan, Bila di tengah kesibukan pemerintah atau bapak dewan tidak bisa turun kelapangan, kami sudah menyediakan video dokumenter untuk bapak/Ibu tonton bersama dan dipertimbangkan kembali rencana jalur tol yang ada sekarang,” ujarnya. ( * )
0 Komentar