Mentawai, Editor -Dugaan penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pribadi yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp5,2 miliar di Dinas PUPR Mentawai berbuntut dibebastugaskan sementara Kepala Dinas PUPR Mentawai Elfi, serta PPK dan PPTK Proyek Swakelola Pemeliharaan Jalan dan Jembatan serta Swakelola Pembangunan Jalan Desa Strategis TA 2020.
Indikasi penyalahgunaan wewenang itu terungkap dari Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan Atas Belanja Daerah TA 2019-2020 Pada Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai BPK RI, pada Januari 2021 yang didapatkan EDITOR 27 April.
Dalam dokumen LHP setebal 50 halaman lebih itu, terungkap kedua proyek yang sumber dananya dari DAK Afirmasi 2020 itu, telah dicairkan anggaran dari kas daerah ke rekening bendahara PUPR selama tahun 2020 sejumlah Rp10,070 miliar. Namun yang dapat dibuktikan digunakan untuk pekerjaan swakelola hanya sebesar Rp3,33 miliar dan yang dikembalikan ke Kas Daerah sebesar Rp1,4 miliar, sehingga ditemukan ada selisih sebesar Rp5,29 miliar.
Hasil pemeriksaan BPK atas bukti pertanggungjawaban dan pelaksanaan swakelola pemeliharaan jalan dan jembatan dan swakelola pembangunan jalan desa strategis TA 2020 menunjukkan tiga hal. Pertama, BPK dalam laporannya menilai bukti pertanggungjawaban atas pencairan dana tidak sesuai kondisi sebenarnya. BPK beralasan Dinas PUPR mencatat rekapitulasi pencairan dana hanya berdasarkan kuitansi dinas tanpa dilengkapi bukti pertanggungjawaban lainnya atas pencairan dana pemeliharaan jalan dan jembatan TA 2020.
Kuitansi dinas tersebut menunjukkan kondisi yang berbeda-beda yaitu sebagian merupakan kuitansi penyerahan uang dari Bendahara Pengeluaran kepada PPTK, sebagian dari PPTK kepada pelaksana lapangan, sebagian dari bendahara pengeluaran kepada pelaksana lapangan dan sebagian lagi hanya menyebutkan penerima yaitu pelaksana lapangan tanpa menyebut pihak yang menyerahkan.
Kedua, dokumen pertanggungjawaban tidak menggambarkan kondisi yang senyatanya. Berdasarkan pemeriksaan bukti pertanggungjawaban atas pencairan yang telah dilakukan pada tanggal 11 November 2020 dan wawancara kepada PPTK dan pelaksana lapangan ditemukan fakta bahwa setelah pelaksana lapangan melakukan pembayaran atas pengeluaran di lapangan selanjutnya pelaksana lapangan akan menyerahkan bukti pembayaran yang dapat dipertanggungjawabkan atas pembelian bahan material, bahan bakar minyak solar, peralatan, sparepart, pembayaran upah, honor, jasa lainnya, dan sewa alat.
Pelaksana menyampaikan bukti pembayaran dan nota pembelian dengan angka pengeluaran riil kepada PPTK namun PPTK juga meminta pelaksana untuk turut menyertakan nota dan kuitansi kosong yang telah dilengkapi stempel dan tanda tangan pihak ketiga, yang selanjutnya dimanfaatkan oleh PPTK untuk menambah volume dan harga satuan dengan cara menyesuaikan dengan total anggaran pemeliharaan jalan dan jembatan serta anggaran pembangunan jalan desa strategis yang telah dicairkan oleh Dinas PUPR.
Selain pengeluaran di atas, pelaksana lapangan juga melakukan pengeluaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan berupa pembelian makan minum dan biaya operasional harian. Atas pengeluaran tersebut pelaksana lapangan hanya melaporkan secara lisan kepada PPTK tanpa menyerahkan bukti pertanggungjawaban. Diluar pengeluaran kegiatan melalui pelaksana lapangan, PPTK juga mengakui adanya pengeluaran lain-lain yang dibebankan oleh Kepala Dinas PUPR Mentawai dan PPK yang tidak berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan swakelola pemeliharaan jalan dan jembatan serta pembangunan jalan desa strategis. Atas pengeluaran-pengeluaran tersebut, PPTK menyatakan membuat pertanggungjawaban fiktif melalui nota dan kuitansi kosong yang telah disediakan
Ketiga, pembayaran pelaksanaan kegiatan swakelola dua proyek itu tidak sesuai kondisi senyatanya sebesar Rp5,293 miliar. Berdasarkan pemeriksaan dokumen berupa rekening koran pelaksana lapangan dan PPTK, buku catatan pengeluaran pelaksana lapangan serta permintaan keterangan kepada semua pelaksana lapangan dan PPTK, diketahui bahwa distribusi uang yang diterima oleh Pelaksana Lapangan untuk kegiatan swakelola seluruhnya adalah Rp3,33 miliar. Lalu terdapat kembali pencairan dana swakelola pada 11 Desember 2020 sebesar Rp200 juta oleh Bendahara kepada PPTK dan pada 22 Desember sebesar Rp1,4 miliar. Atas pencairan tersebut, kemudian dikembalikan ke Kas Daerah sebesar Rp1,44 miliar pada 28 Desember 2020, karena tidak terdapat lagi pekerjaan yang harus dilaksanakan.
Dari permintaan keterangan yang dilakukan BPK kepada sejumlah pihak terkait terkait penggunaan pada 11 November hingga 23 Desember terungkap pernyataan Kepala Dinas PUPR Mentawai telah menerima uang sebesar Rp150 juta pada bulan Januari 2020 dari PPTK dan sebesar Rp250 juta rupiah yang diserahkan empat tahap secara tunai.
Kepala Dinas juga mengakui telah beberapa kali menerima uang tunai dari PPTK selain yang disebutkan pada keterangan sebelumnya. Namun ia mengaku tidak ingat jumlah uang yang diterimanya sejak Januari 2010 sampai Desember 2020. Dia juga menyetujui dan mengetahui permintaan dan penyerahan dana kepada
kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Kabupaten Kepulauan Mentawai sebesar Rp400 juta untuk keperluan pengurusan anggaran oleh kasubbag keuangan DPUPR. Uang itu diminta dari PPTK.
BPK dalam laporannya menyebutkan Kepala Dinas telah menerima bantuan uang dari PPTK untuk pembangunan sarang walet milik pribadinya serta menolak memberikan keterangan atas jumlah bantuan uang yang diberikan PPTK. Ia juga menyatakan telah menerima bantuan uang dari PPTK untuk pembelian tanah milik pribadi di Sikakap yang juga digunakan untuk pembersihan lahan dan pemotongan kayu. Namun ia juga menolak menyebutkan jumlahnya.
Sementara dari keterangan PPTK kepada BPK terungkap adanya pemotongan 20 persen atas setiap pencairan dana dari rekening dinas yang berasal dari dua anggaran swakelola tersebut, untuk diserahkan kepada Kepala Dinas PUPR secara tunai. PPTK juga menyatakan PPK kegiatan meminta uang sebanyak tiga kali dengan besaran Rp50 juta dua kali dan Rp100 juta.
PPTK juga menyatakan membayarkan uang Rp180 juta untuk pembangunan sarang walet milik Kepala Dinas PUPR di Sipora dan membayarkan Rp127 juta untuk membeli tanah di Sikakap milik Kepala Dinas PUPR.
Sementara PPK sendiri dalam keterangannya mengaku tidak mengawasi setiap pencairan dana dari Bendahara Pengeluaran kepada PPTK dan menyatakan PPK tidak mengetahui dan tidak mengawasi pendistribusian uang dari PPTK kepada Pelaksana Lapangan. PPK juga menyatakan tidak ada menerima uang dari PPTK.
Berdasarkan beberapa keterangan di atas, BPK menyimpulkan kondisi tersebut mengakibatkan indiasi kerugian daerah sebesar Rp5,29 miliar. Hal itu terjadi karena Kepala Dinas PUPR, PPK dan PPTK berindikasi secara bersama-sama menyalahgunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi, serta membuat pencatatan laporan dan bukti pertanggungjawaban yang tidak sesuai kondisi senyatanya; dan Kepala Dinas PUPR, PPTK dalam memberikan pinjaman kepada Kepala BKD yang bersumber dari dana kegiatan swakelola Pemeliharaan Jalan dan Jembatan, tidak memedomani ketentuan.
Menanggapi hasil LHP BPK tersebut, Mentawaikita.com mengkonfirmasinya kepada Kepala Dinas PUPR, Elfi melalui telepon pada Senin (26/1/2021). Meskipun telepon sempat diangkat, namun Elfi menolak menjawab dan buru-buru menutup telepon. Pesan yang dikirim melalui WhatsApp juga tak dibalas. Mentawaikita.com yang kemudian mencoba mendatangi rumah bersangkutan di Dusun Subur Makmur, Desa Bukit Pamewa, Kecamatan Sipora Utara, Mentawai namun tak berhasil menemui Elfi pada Selasa (27/4/2021).
Sementara itu, PPTK dua proyek Dinas PUPR itu, Metri Doni yang merupakan staf Bidang Bina Marga Dinas PUPR Mentawai saat dihubungi Mentawaikita.com melalui telepon untuk klarifikasi, tidak aktif nomornya. Pesan singkat permintaan wawancara yang dikirimkan juga tidak terjawab. MentawaiKita.com yang berkali-kali mencari PPTK ke kantor Dinas PUPR Mentawai juga tak bisa menemui Metri Doni karena yang bersangkutan telah lama tidak masuk.
Sementara PPK kegiatan, Febrinaldi yang juga Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Mentawai, kepada Mentawaikita.com pada pertengahan April lalu di kantornya saat ini sedang proses penyelesaian penggantian uang, dia mengakui beberapa kali juga keduanya diperiksa Polda Sumbar namun menurutnya hal itu wajar.
“Sekarang sedang proses ganti rugi, itu bisa dipertanggungjawabkan buktinya nanti kuitansi kita lampirkan, tambah volume,” kata Febrinaldi.
Menurut Febrinaldi, adanya temuan BPK terkait SPJ fiktif pada kegiatan tersebut karena sedang dilaksanakan pekerjaan. “Sedang dilaksanakan pekerjaan, BPK masuk, Tuapeijat ke Sikakap kita harus nginap tidak bisa pulang pergi (PP), rekap semua kegiatan, kegiatan lagi jalan dia (BPK) masuk, itu kendalanya,” kata Febrinaldi.
Tak adanya SPJ pada berapa kegiatan swakelola pemeliharaan jalan dan jembatan tersebut, kata Febrinaldi, itu dianggap nol oleh BPK.
“Padahal kita punya fisiknya, laporan yang sedang diproses Polda itu kita tidak tahu, kalau ada yang melapor itu tidak apa-apa,” katanya.
Febrinaldi mengatakan salah prosedur melakukan pemeriksaan pada proyek yang sedang berjalan. “Tidak boleh ada pemeriksaan kalau proyek lagi berjalan, kecuali OTT (Operasi Tangkap Tangan) Inpresnya ada tu,” kata Febrinaldi.
Kegiatan swakelola pemeliharaan jalan dan jembatan tersebut kini menjadi persoalan dan sedang disidik Polda Sumbar, dan dalam upaya ganti rugi.
“Itu tidak masalah, itu wajar-wajar saja, saya sudah menyerahkan uang sebanyak apa yang saya terima, termasuk saya juga mengembalikan namun nominal itu rahasia,” kata Febrinaldi.
Febrinaldi membantah tidak ada kegiatan yang fiktif. ”Orang berprasangka saya salah, di temuan BPK itu berbunyi fiktif tetapi tidak ada yang fiktif di situ, kalau fiktif itu barang yang dibeli tidak ada, kewajiban sudah saya penuhi, dan sudah lunas bayar, dengan rekomendasi BPK, sebagai warga negara kita ikuti proses, tanggung jawab sebagai PPK saya sudah lakukan, tidak ada fisik saya yang tidak jadi, saya bekerja berdasarkan prosedur,” kata Febrinaldi.
Febrinaldi mengklaim tidak ada volume pekerjaan yang berkurang, proses hampir 80 persen, kendala selama pelaksanaan kegiatan itu kondisi alam apalagi pada November dan Desember musim hujan.
“Yang jelas di lapangan tidak ada yang fiktif, barangnya ada, secara fisik ada, secara fisik punya, saya tidak fiktif,” ucapnya.
Secara fisik bobot kegiatan sudah mencapai 88 persen, BPK masuk bukan November 2020, jika tidak kata Febrinaldi bisa selesai 100 persen.
“Pencairan itu syaratnya bobot pekerjaan dan itu sesuai dengan yang ada di lapangan. Bobot pekerjaan, itu sesuai bobot terakhirnya kan uang dulu baru kerja, masalah nasib keuangan itu pengguna anggaran yang tanggung jawab (KPA), saya tidak naikkan kuitansi,” kata Febrinaldi.
Sementara itu Bendahara Dinas PUPR Mentawai Mentawai, Taslim menjelaskan karena tak ada Spj pada beberapa item kegiatan swakelola pemeliharaan jalan dan jembatan, sehingga hal itu menjadi temuan BPK.
“Spj itu yang menjadi dasar temuan BPK, pada saat mereka (BPK) datang itu pelaksana sedang di lapangan, kita (bendahara) di sini ketika ada perintah kita cairkan, sampai di situ saja batas kita, kita serahkan lagi ke PPTK,” kata Taslim kepada EDITOR saat ditemui di kantornya di Tuapeijat.
Sementara Kabid Humas Polda Sumbar Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto saat dikonfirmasi terkait kebenaran adanya laporan kasus ini ke Polda Sumbar mengatakan pihaknya (Humas) belum mendapat informasi dari penyidik kasus ini. "Biasanya kalau sudah ditetapkan tersangka akan melakukan jumpa pers, kita tunggu aja dulu yang jelas belum ada laporan dari penyidik," katanya, Selasa (20/4/2021).
Bebas Tugas Sementara
Atas pertanggungjawaban yang terindikasi fiktif, BPK merekomendasikan kepada Bupati Kepulauan Mentawai untuk memberikan sanksi kepada Kepala Dinas PUPR, PPK dan PPTK kegiatan swakelola pemeliharaan jalan dan jembatan, dan swakelola pembangunan jalan desa strategis tahun 2020.
BPK juga memerintahkan Sekretaris Daerah (Sekda) Mentawai memproses indikasi kerugian daerah sebesar Rp5,2 miliar dari pihak-pihak terkait sesuai dengan peraturan dan menyetorkannya ke kas daerah. Atas rekomendasi tersebut sebagian uang telah ditindaklanjuti dengan penyetoran ke rekening kas daerah sebesar Rp690 juta pada 29 Desember 2020. Pengembalian uang tersebut berasal dari Kepala BKD Mentawai sebesar Rp450 juta dan Kepala Dinas PUPR Mentawai sebesar Rp240 juta.
Bupati Mentawai telah menindaklanjuti LHP BPK tersebut pada Januari 2021. Hal itu terungkap melalui dokumen Rencana Aksi Tindak Lanjut Rekomendasi BPK dalam LHP.
Sekretaris Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai, Martinus, mengatakan Kepala Dinas PUPR Mentawai, Elfi dan Febrinaldi (PPK) yang saat ini menjabat sebagai Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Mentawai telah dibebastugaskan sementara sejak Maret lalu. Pemberian sanksi tersebut sebagai tindak lanjut dari rekomendasi BPK kepada Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai dalam pertemuan yang digelar pada Januari lalu.
“Kita bebaskan sementara dari jabatannya, Pak Elfi dan Febrinaldi,” kata Sekda Mentawai, Martinus melalui Temui diruan kerja Editor Senin (26/4/2021).
Sementara Metri Doni (PPTK) sebagai staf Bidang Bina Marga Dinas PUPR Mentawai juga terancam sanksi berat. Metri Doni karena tidak memiliki jabatan akan diproses berdasarkan lama tidak masuk kerja.
“Sedang proses itu dan sedang pemanggilan untuk di BAP (Berita Acara Pemeriksaan), baru nanti kita beri sanksi apakah diberhentikan atau apa kita lihat nanti bagaimana, berapa hari dia tidak masuk apakah atasannya telah memberikan teguran. Metri Doni sudah tidak masuk kerja di PUPR saat BPK melakukan pemeriksaan,” kata Martinus melalui sambungan telpon kepada EDITOR Senin (26/4/2021).
Sementara Asmen Simanjorang selaku Sekretaris Dinas PUPR Mentawai, sekaligus yang menjadi Pelaksana Harian (Plh) Kepala Dinas PUPR Mentawai membenarkan kedua pejabat di Dinas PUPR tersebut telah dibebastugaskan sementara, namun ia menolak menjelaskan alasan pembebastugasan tersebut.
“Sekarang sudah diberhentikan sementara oleh Pak Bupati, Febrinaldi dan juga Kadis, apa persoalannya Sekdalah yang tahu, prosesnya di sana MMP (Majelis Pertimbangan Pegawai), diberhentikan itu sejak 23 Maret 2021,” kata Asmen.
Sedangkan Febrinaldi yang ditemui langsung di kantor Dinas PUPR Mentawai menjelaskan pemberhentian dirinya dari jabatan Kabid Tata Ruang itu terkait dengan temuan BPK Perwakilan Sumatera Barat pada kegiatan swakelola pemeliharaan jalan dan jembatan di wilayah Mentawai (Siberut, Sipora, Pagai) tahun anggaran 2020.
**Afridon
0 Komentar