Mentawai, Editor -Belum ada reaksi dari aparat penegak hukum atas dugaan korupsi di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Kepulauan Mentawai senilai Rp5,2 miliar lebih membuat Masyarakat Sipil Anti Korupsi Sumbar mendesak penegak hukum untuk mengusut kasus tersebut.
Menurut Juru Bicara Masyarakat Sipil Sumbar, Heronimus Eko Pintalius Zebua berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP BPK) Nomor : 06/LHP/XVIII.PDG/01/2021 atas Kepatuhan Belanja Daerah tahun 2019-2020 pada Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Mentawai telah menemukan kejanggalan penggunaan anggaran sebesar Rp5,2 miliar lebih pada kegiatan pemeliharaan jalan dan jembatan dan pembangunan jalan desa strategis tahun anggaran 2020. Alokasi anggaran semuanya sebesar Rp10,07 miliar.
“Kami mendesak aparat penegak hukum baik KPK, Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat dan Kepolisian Daerah Sumatera Barat untuk melakukan proses hukum atas dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi pada kegiatan swakelola pemeliharaan jalan dan jembatan dan pembangunan jalan desa strategis TA 2020 di Kabupaten Kepulauan Mentawai,” ujarnya, Senin (7/6/2021)
Masyarakat Sipil Anti Korupsi Sumbar juga mendesak DPRD Kabupaten Kepulauan Mentawaimembentuk panitia khusus hak angket untuk mengungkap pihak-pihak yang terlibat dalam manipulasi dan menerima aliran dana pada kegiatan swakelola Pemeliharaan jalan dan jembatan dan pembangunan jalan desa strategis TA 2020 di Kabupaten Kepulauan Mentawai.
“Kita juga mendesak Bupati Kabupaten Kepulauan Mentawai dalam kedudukannya sebagai pengguna anggaran untuk melaporkan Kepala Dinas PUPR dan pihak-pihak yang terkait kepada aparat penegak hukum karena ada dugaan manipulasi dan menerima aliran dana pada kegiatan swakelola pemeliharaan jalan dan jembatan dan pembangunan jalan desa strategis di Kabupaten Kepulauan Mentawai,” kata Jubir Masyarakat Sipil Anti Korupsi Sumbar yang juga Ketua Forum Mahasiswa Mentawai Sumatera Barat (Formma Sumbar)
Eko panggilan Heronimus Eko Pintalius Zebua menambahkan kasus dugaan korupsi ini berawal LHP BPK dimana dalam alokasi anggaran untuk kedua kegiatan tersebut sebesar Rp10,07 miliar. “Dari LHP BPK tersebut yang dapat dibuktikan penggunaan untuk kegiatan hanya sebesar Rp3,3 miliar ditambah pada Desember 2020 pelaksana kegiatan mengembalikan anggaran kegiatan sebesar Rp1,4 miliar lebih ke kas daerah, sehingga ditemukan selisih sebesar Rp5,2 miliar lebih yang diduga fiktif dan tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh Dinas PUPR Kabupaten Kepulauan Mentawai,” terangnya.
Adapun aliran dana yang diduga dikorupsi tersebut adalah melakukan pemotongan 20 persen pada setiap tahapan pencairan dana kegiatan swakelola pemeliharaan jalan dan jembatan dan pembangunan jalan desa strategis.
“Selama pelaksanaan kegiatan terjadi 11 kali pencairan anggaran dengan total Rp10,07 miliar. Dari pemotongan 20 persen setiap pencairan ini diduga pihak-pihak yang terkait dengan keuangan dan pelaksanaan kegiatan dimaksud telah memanipulasi anggaran sebesar Rp2,1 miliar,” katanya
Kemudian dugaan lain adalah melakukan pembayaran fiktif yang didukung pemalsuan dokumen. Dugaan fiktif tersebut di dalam laporan keuangan kegiatan disebutkan sudah dibayarkan uang sejumlah Rp40 juta kepada Pelaksana Lapangan Pulau Siberut, lalu Rp1,65 miliar dibayar kepada Pelaksana Lapangan Pulau Sipora, Rp190 juta juga dibayar kepada Pelaksana Lapangan Pulau Pagai Utara dan Rp120 juta kepada Pelaksana Lapangan Pulau Pagai Selatan.
“Saat dimintai keterangan oleh BPK, seluruh pelaksana lapangan membantah telah menerima uang panjar kegiatan tersebut, pelaksana lapangan menyatakan tanda tangan mereka dipalsukan atau menandatangani kwitansi pembayaran fiktif karena diminta oleh Kepala Dinas PUPR. Melalui pembayaran fiktif yang didukung pemalsuan dokumen pembayaran diduga pihak-pihak terkait telah memanipulasi anggaran sebesar Rp2 miliar,” terang Eko.
Modus lain yang berdasarkan laporan BPK, pemberian hadiah oleh pelaksana lapangan dalam bentuk uang dan barang kepada kepala Dinas PUPR Kabupaten Kepulauan Mentawai, dengan jumlah Rp67,5 juta. “Dari ketiga modus tersebut diduga telah menyalahgunakan kewenangannya untuk memanipulasi anggaran proyek sebesar Rp4 miliar,” terang Eko.
Sementara Perwakilan Masyarakat Sipil Anti Korupsi Sumbar, Surya Purnama menambahkan, jika dibandingkan dengan temuan anggaran yang diduga fiktif oleh BPK sebesar Rp5,2 miliar dikurangi penyalahgunaan kewenangan untuk memanipulasi anggaran proyek sebesar Rp4 miliar masih belum ditemukan sebesar Rp1,21 miliar lebih. “Yang perlu untuk ditelusuri lebih lanjut oleh aparat penegak hukum,” ungkapnya.
Kemudian aliran dana yang diduga dikorupsi senilai Rp5,2 miliar menurut LHP BPK, Kepala Dinas PUPR mengakui menerima uang sejumlah Rp774.500.000, dan sejumlah lainnya yang besarannya tidak dapat diingat oleh yang bersangkutan. “Uang tersebut termasuk digunakan untuk pembelian sarang burung walet dan tanah milik pribadi kepala dinas PUPR di Sikakap,” tambah Surya.
Selanjutnya, sebanyak Rp400 juta kepada Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) dimana menurut keterangan kepala Dinas PUPR dan PPTK pemberian ini berkaitan dengan keperluan pengurusan anggaran dan pencairan anggaran kegiatan swakelola pemeliharaan jalan dan jembatan dan pembangunan jalan desa strategis TA 2020. Selanjutnya kepada PPK senilai Rp200 juta,” terang Surya.
“Tiga pihak yang teridentifikasi di atas telah mengalir dana sebesar Rp1,37 miliar lebih. Sehingga masih ada selisih sebesar Rp3,91 miliar antara jumlah anggaran yang diduga fiktif dengan aliran dana kepada ketiga pihak diatas, yang diduga mengalir kepada pihak-pihak lain yang belum teridentifikasi. pihak-pihak tersebut perlu ditelusuri lebih lanjut oleh aparat penegak hukum,” ungkap Surya.
Adanya temuan dana kepada berbagai pihak mengindikasikan tindakan memanipulasi anggaran yang dilakukan bertujuan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain yang menimbulkan kerugian kepada keuangan Negara. Setidaknya tindakan tindakan tersebut bertentangan dengan ketentuan pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 12E Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Kemudian Pasal 55, Pasal 263, Pasal 368, Pasal 423 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. “Dalam waktu dekat kita akan melaporkan kepada Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat,” tegas Surya.
Masyarakat Sipil Anti Korupsi Sumbar ini terdiri dari beberapa lembaga dan organisasi Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang, Pusat Kajian Bung Hatta Anti Korupsi (BHAKTI) Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta, Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat (LP2M), Qbar, Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM), Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Wilayah Sumatera Barat (Sumbar), Forum Mahasiswa Mentawai Sumatera Barat (Formma Sumbar), Pengenalan Hukum dan Politik (PHP) Universitas Andalas, Lembaga Advokasi Mahasiswa dan Pengkajian Kemasyarakatan (LAM dan PK) Fakultas Hukum Universitas Andalas.
** Afridon
0 Komentar