Kos-kosan berubah fungsi sebagai lokasi prostitusi di Pekanbaru |
Pekanbaru , Editor – Suasana Kota Pekanbaru di tengah masa pandemi Corona sungguh membuat hati pilu. Prostitusi sangat marak dan lokasinya ada di tengah-tengah masyarakat lainnya. Slogan Kota Pekanbaru selaku Kota Madani ternyata hanya manis di lidah. Kenyataan di lapangan sungguh bertolak belakang.
Meski dikenal sebagai pusat penyebaran Agama Islam di masa lalu. Plus ciri khas masyarakat Melayu yang anti dengan kemaksiatan, Pekanbaru saat ini sudah berubah wujud. Pastinya Walikota Pekanbaru sukses menjadikan Kota Pekanbaru sebagai Kota Maksiat. Kota dengan bergelimang dosa yang penuh dengan aroma mesum.
Selama hampir dua minggu, EDITOR mencoba menelusuri dan menguak sisi gelap prostitusi di Pekanbaru tersebut. Berbekal informasi dari sejumlah narasumber yang berhasil ditemui dan diwawancarai, EDITOR terus menggali fakta di lapangan mengenai bisnis haram tersebut.
Dari hasil penelusuran dan fakta yang diperoleh, dibuat terkejut. Informasi dari sejumlah narasumber kepada EDITOR ternyata benar adanya. Bisnis prostitusi online tersebut memang benar-benar terjadi di Kota Pekanbary. Lokasi eksekusi bisnis prostitusi online ini tak terpusat di satu tempat. Melainkan tersebar di berbagai titik. Baik di indekos, hotel berbintang hingga hotel kelas melati.
Saat penelusuran fakta, EDITOR sempat bertemu Arpam (47), seorang narasumber yang mengaku sempat beberapa kali menggunakan jasa pekerja seks komersial (PSK) melalui aplikasi dating. Arpan pun mengajari EDITOR bagaimana cara melakukan transaksi di aplikasi dating tersebut.
“Rata-rata PSK yang menawarkan jasanya via online di Pekanbaru ini menggunakan aplikasi dating. Ada tiga aplikasi dating yang cukup terkenal di kalangan penikmat dan penyedia jasa,” kata Arpan Sabtu (19/6/2021 )
Tiga aplikasi dating tersebut yaitu MiChat, WeChat dan Beetalk. Dari penuturan Arpan , ketiga aplikasi tersebut cukup mudah diunduh di Play Store maupun App Store, karena bukanlah aplikasi berbayar.
Setelah mendapat penjelasan singkat dan diajari bagaimana caranya bertransaksi, EDITOR kemudian mencoba mengunduh tiga aplikasi dating tersebut via Play Store. Setelah beberapa saat berselancar mencari penyedia jasa pemuas syahwat, akhirnya bisa berkesempatan berbincang dengan seorang PSK via aplikasi WeChat. Sebut saja PSK tersebut bernama Dwi (bukan nama sesungguhnya).
Sesuai penjelasan dari Arpan , jika ada akun perempuan yang memajang status Open BO di aplikasi tersebut, perempuan tersebut sudah bisa dipastikan adalah seorang PSK.
Menurut Arpan , singkatan dari Open BO sendiri adalah Open Booking Order. Artinya, perempuan tersebut bisa dipesan untuk melayani dan memuaskan birahi sang pemesan.
Singkat cerita, setelah bernegosiasi mengenai kecocokan harga, Dwi kemudian memberikan sebuah nomor WhatsAppnya kepada Dwi meminta EDITOR menghubunginya via nomor tersebut. Tujuan Clara memberikan nomor WhatsApp karena ia tidak ingin jika calon tamunya hanya sekedar iseng bertanya-tanya soal harga dan jenis jasa apa yang akan didapatkan.
Dwi sendiri mengaku seringkali mendapatkan calon tamu yang tidak serius menggunakan jasanya. Bisa dibilang, calon tamu hanya mempermainkan Dwi . Terlebih, untuk menggunakan jasanya, Dwi sendiri tidak meminta calon tamunya untuk memberikan uang muka atau DP (down payment) terlebih dahulu.
Chating pun berlanjut via WhatsApp. Setelah negosiasi berakhir dengan sebuah kesepakatan wawancara, Dwi akhirnya meminta bertemu di salah satu hotel di kompleks keramaian di Jalan Ahmad Yani. Dewi meminta untuk menunggu di ujung tangga jika sudah sampai di hotel tersebut.
“Halo, aku Dwi . Yuk masuk,” ajak Dwi dengan ramahnya. Bibirnya nampak diolesi gincu merah. Rambut lurusnya terurai. Semerbak wangi parfumnya membasuh aroma di sekelilingnya.
Dalam sekali kencan, perempuan berusia 21 tahun tersebut mematok
1 harga Rp400 ribu untuk Short Time (ST).
2 juga menyediakan jasa Long Time (LT). Untuk LT, ia mematok harga Rp1,2 juta dengan durasi waktu sekitar 5 jam. Harga jasanya itu, kata dia, sudah termasuk sewa kamar.
Perempuan asal Majalaya, Kabupaten Bandung tersebut kemudian menceritakan kronologis awal terjunnya di bisnis prostitusi. Ia mulai bekerja seperti itu setelah tak lagi menjadi Sales Promotion Girl (SPG) salah satu produk rokok.
“Awalnya aku nganggur. Terus memang kejadian waktu itu, papa aku sakit. Aku bingung harus cari uang kemana buat biaya berobat papa. Terus temen aku yang gay, nyaranin buat kerja seperti ini. Tapi tanpa mamih (germo),” kata sulung dari 4 bersauadara tersebut.
Setelah itu, Dwi kemudian mendatangi temannya yang seorang gay itu. Oleh temannya itu, Dwi diminta untuk mengunduh aplikasi WeChat dan Beetalk. Ia pun dituntun temannya itu cara membuat akun dan cara mempromosikan diri di kedua aplikasi dating tersebut.
Awalnya Dwi mengaku takut bekerja seperti itu. Karena terpaksa, ia kemudian melakoninya tanpa pikir panjang. Terlebih, kata dia, kesuciannya juga sudah direnggut oleh mantan kekasihnya yang dulu. Sehingga, ia tidak lagi memikirkan masalah itu.
“Langsung aja tanpa pikir panjang. Disisi lain aku memang butuh uang. Disisi lain juga aku udah enggak masalahin keperawanan aku. Soalnya, masa depan aku sudah dirusak sama mantan aku dulu,” katanya.
Hingga saat ini, Dwi belum merasakan penyesalan bekerja menjadi pemuas syahwat lelaki hidung belang. Kata dia, selain mudah mencari uang, bekerja menjadi PSK tidak perlu menggunakan keahlian khusus. Kendati demikian, ia sadar akan bahaya penyakit yang mengancam dirinya.
“Makanya aku kalau mau main, pasti nyuruh tamu pakai pengaman (alat kontrasepsi). Kalau enggak, ya, aku enggak mau lah,” Ungkap nya.
Dwi sendiri mengaku tak hanya menggunakan aplikasi dating untuk menggaet calon tamu-tamunya. Selain aplikasi dating, ia juga memanfaatkan twitter sebagai alat menawarkan jasanya.
“Kalau yang udah kenal sama Dwi , biasanya langsung kontak Dwi dari WA,” kata dia.
Penelusuran Motif berlanjut, Selasa kemarin. Kali ini, mencoba mencari PSK dari aplikasi Beetalk. Dari beberapa akun perempuan yang memasang status Open BO, Motif memilih salah satu PSK yang terang-terangan memajang fotonya. Sebut saja PSK itu bernama Tita (bukan nama sebenarnya). Selain menulis Open BO, Tita juga menambah tulisan di statusnya dengan tulisan Real Pict. Artinya, foto yang dipajang di akun miliknya adalah foto asli.
Para pelaku prostitusi di Kos Pekanbaru diamankan petugas
Tak butuh waktu lama untuk potret24.com terhubung dengan akun milik Tita. Sesaat menyapa, Tita kemudian memberikan nomor WhatsAppnya ke Notif dengan membubuhi sebuah pesan tulisan, “Kalau serius pindah ke WA,” tulis Tita di pesan singkat fitur aplikasi Beetalk.
Setelah mendapat pesan itu, akhirnya memutuskan menghubungi Tita via nomor WhatsAppnya. Tak lama kemudian, Tita kemudian merinci harga dan tempat dimana ia akan memberikan pelayanan jasanya.
“Di kos aku aja say di Jalan Durian, Sukajadi. Kalau ST Rp300 ribu, kalau LT Rp1,5 juta. Dijamin puas mas, gak nyesel. Dan satu lagi pasti aman. Nanti aku kirimkan map-nya,” tulis Tita membalas pesan.
Singkat cerita, setelah terjadi negosiasi dengan Tita, EDITOR kemudian mendatangi Tita di sebuah indekos. Ternyata, indekos yang digunakan Tita sama seperti yang digunakan Dwi
Setelah bertemu Tita langsung, potret cukup kaget. Foto yang ia pajang di akun Beetalk ternyata memang foto dirinya sendiri. Tita nampaknya cukup berani memajang wajahnya sendiri dan tidak merasa takut jika diketahui oleh orang yang mengenalnya.
“Real, kan? Aku mah enggak bohong say,” kata perempuan berusia 23 tahun itu membuka obrolan.
Sesuai kesepakatan awal dengan Tita, Editor langsung menghujani banyak pertanyaan. Ada banyak hal yang tak terduga yang didapatkan dari hasil wawancara dengan Tita. Salah satunya, ia terpaksa bekerja menjadi seorang PSK karena butuh biaya untuk menebus hutang orang tuanya yang mencapai lebih dari Rp500 juta.
“Siapa yang mau kerja seperti ini atuh? Kalau enggak kepaksa juga aku mah enggak mau. Kalau cicilan hutang orang tua enggak lancar, nanti aku, orang tua, sama adik aku mau tinggal dimana? Soalnya jaminannya rumah aku,” ujar Tita sambil meneteskan air mata.
Perempuan asal Kota Bandung itu memang sengaja menjadwalkan diri untuk melayani nafsu birahi para hidung belang di Pekanbaru.
Jika ada waktu kosong setelah melayani tamunya, ia membuka penawaran via aplikasi dating. Dengan cara itu, Tita juga bisa mendapatkan tamu lainnya selain tamu langganannnya. Di hari lain di luar jadwal ia biasa menawarkan jasanya di salah satu hotel di Jalan Achmad Ya
Menurut pengakuannya, Tita sendiri akan menghentikan pekerjaan haram itu jika hutang-hutang orang tuanya telah lunas. Ia bahkan berkeinginan untuk secepatnya menikah jika telah menemukan jodohnya.
Empat hari seusai menemui dan mewawancarai Tita, potret24.com kembali melakukan penelusuran lagi. Kali ini, ada informasi jika di Jalan Durian ada indekos yang telah beralih fungsi menjadi lokasi prostitusi terselubung.
Sejumlah PSK yang mangkal di Kos Jalan Durian dengan santainya mengatakan dirinya memang membuka praktek mesum di kos.
“Kalo mau main, sewa kamarnya Rp100 ribu dan untuk ceweknya Rp300 ribu,” kata seorang germo di wilayah Durian.
“Ceweknya bawa sendiri? Atau mau dipanggilin sekalian? Kalau cuma sewa kamar Rp 100 ribu aja. Kalau ceweknya dari sini ada yang Rp300 ribu ada juga yang Rp500 ribu,” ujarnya lagi.
Pantauan di lokasi, indekos tersebut cukup bersih dan terawat. Bangunan indekos tersebut memiliki dua lantai.
Sepintas, indekos tersebut memang tak memperlihatkan digunakan sebagai lokasi prostitusi. Suasana di siang hari pun cukup sepi. Terlebih, lokasi indekos tersebut berada di tengah-tengah pemukiman padat penduduk.
Saat ditanyakan apakah aman bertransaksi seksual di rumah kos tersebut, Tita dengan lantang mengatakan.
“Semua aparat sudah diamankan. Tenang aja abang dan rileks dengan servis Tita,” katanya lagi.
Perempuan asal Kota Bandung tersebut menuturkan, rata-rata tamu yang datang ke indekos tersebut adalah lelaki hidung belang yang sudah beristri. Ia bahkan mengaku indekosnya tersebut tak pernah sepi tamu setiap harinya.
Menurutnya, indekos tersebut memang jarang dirazia. Baik oleh Satpol PP maupun aparat kepolisian. Meski terlihat cukup ramai setiap harinya, ia mengklaim aktivitas indekos nampak terlihat normal jika dilihat dari luar.
“Mainnya, kan, rapi. Jadi enggak pernah dirazia. Padahal setiap hari kita pasti kedatangan tamu. Kalau di sini mah, ada yang emang tinggal di sini, ada yang enggak. Kalau aku sih enggak. Kalau ada tamu aja baru ke kosan,” ujarnya lagi.
Tertipu oleh PSK
Ternyata tak semua lelaki hidung belang berhasil mulus bertemu maupun berkencan dengan PSK yang menawarkan jasa esek-esek. Banyak dari lelaki hidung belang yang merasa tertipu oleh sejumlah PSK. Salah satunya, BK (32). Pria asal Jakarta tersebut pernah merasa tertipu oleh PSK yang ia kenal dari aplikasi dating.
BK mengatakan, ia pernah mentransferkan sejumlah uang kepada seorang PSK sebelum menggunakan jasanya. Saat itu, si PSK berdalih meminta uang muka kepada BK sebagai tanda jadi. Namun, setelah mentranfser uang, BK justru tak pernah bertemu dengan si PSK.
“Waktu itu chatting nego-nego harga. PSK-nya minta uang ditransfer sebagai tanda jadi. Jumlahnya Rp250 ribu soalnya saya mau long time,” kata BK saat ditemui di salah satu warung kopi di Jalan Belimbing, Pekanbaru.
Seusai memberikan bukti transfer kepasa si PSK, tiba-tiba nomor handphone RK langsung di blokir. Ia pun mencoba menghubungi si PSK dengan nomor lainnya. Meski tersambung, namun si PSK tidak menggubris isi chattingan BK.
Curiga Sejak Lama
Erwin Ramdhani (43), seorang warga Jalan Durian mengatakan, selama ini sejumlah warga sudah mencurigai sejumlah indekos di wilayahnya yang digunakan untuk lokasi prostitusi.
“Di sejumlah indekos, memang kami curiga ada kamar-kamar yang dijadikan tempat maksiat oleh penghuninya. Banyak penghuni perempuan yang suka melayani pria hidung belang. Transaksinya melalui aplikasi online,” kata Erwin saat ditemui kemarin.
Menurut Erwin, sebenarnya warga sudah mulai gerah dengan ulah para penghuni indekos yang disinyalir digunakan untuk melayani kebutuhan birahi para pria hidung belang. Warga, kata dia, ingin pemerintah hadir dan memperketat pengawasan indekos di Jalan Durian. Dirinya bersama sejumlah pemuda lainnya berencana melakukan penggrebekan ke lokasi indekos yang sudah berubah fungsi menjadi lokasi maksiat.
“Tunggu saja waktu. Kita akan grebek bersama warga dan pemuda setempat. Karena menunggu aparat kepolisian dan Satpol PP rasanya impossible,” katanya melontarkan ancaman.
** Afridon
0 Komentar