Ujung tombaknya Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Merekalah dubalang kota Padang


 

                                                                      Miko Kamal

Pengamat Tata Kelola Kota



 Padang, Editor– Banyak yang mengomentari tulisan saya yang berjudul ‘Simpang-simpang Cantik’, di flatform facebook dan instagram. Pada umumnya komen-komen itu berisi dukungan. Di antara komen-komen itu, ada yang juga khawatir. Khawatir atas ketepatan pemanfaatannya bila kelak terealisir. Pada umumnya, fakta perilaku menyimpang sebagian kitalah yang mendasari kekhawatiran itu.

Kata mereka: ‘Jika simpang-simpang cantik di Bypass direalisasikan, pedagang kaki lima akan mendapatkan medan baru untuk berjualan. Sebab banyak pedagang kita yang meleleh air liurnya melihat tempat kosong di lokasi strategis. Serupa melihat asam dia’.

‘Benar juga ya. Sangat mungkin terjadi di kota kita’, menung saya.

Tapi, itu pastilah tidak mutlak. Bisa diantisipasi dan diatasi. Kata kucinya kemauan dan ketegasan pemerintah. Jika simpang-simpang cantik diwujudkan dan pemerintah melebe saja setelahnya, tentulah kekhawatiran itu akan menjadi kenyataan. Tak usah menunggu sebulan dua bulan, seminggu saja sudah tegak pula gerobak dan tenda-tenda biru atau oranye di simpang-simpang cantik itu. Seperti yang sudah-sudahlah.

Jadi, isunya, sebetulnya, adalah tentang ketegasan dan konsistensi berhukum. Selama ini pemerintah memang sering tidak tegas dan tidak konsisten dalam menegakkan hukum. Itulah penyebab utama amburadulnya kehidupan sosial kita. Faktanya begitu. Tak perlu pula diTantah atau malu-malu pula mengakuinya.

Menegakkan hukum dengan tegas dan konsisten merupakan bagiannya pemerintah. Ujung tombaknya Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Merekalah dubalang kota, yang bertanggung jawab menjaga kota agar tetap bersih, tertib, aman dan nyaman.

Dalam praktik pengelolaan kota, Satpol PP tidak sendiri. Tidak di pundak mereka saja terletaknya. Organisasi perangkat daerah lainnya harus juga menyokongnya. Kalau tidak, bisa ke atas kaki para serdadu sipil itu. Tidak akan maksimal kerjanya. Misal, camat atau lurah memperlepas saja ketidaktertiban yang terjadi di wilayahnya. Tidak melaporkannya kepada Satpol PP.


Saya punya cerita soal ini (lemahnya sokongan organisasi pemerintahan lainnya kepada Satpol PP). Dalam beberapa kesempatan saya mendapati pedagang nakal mengokupasi trotoar. Seenak perutnya. Saya foto dan kirim kepada Kasatpol PP. Kasat merespons cepat: ‘Siap Pak Miko. Kita tertibkan segera. Tapi, tolong juga sampaikan kepada camat dan lurahnya ya Pak, agar melaporkan setiap ketidaktertiban dan ketidaknyamanan di wilayahnya kepada kami’. Sering benar saya menerima respons seperti ini. Sudah hapal luar kepala saya template ini.

Dari beberapa kali berkomunikasi dengan Kasat itu, saya bersimpul ada masalah yang terjadi di level pemerintahan depan dan terdepan (camat dan lurah). Mereka nampaknya tidak serius mengawasi segala bentuk kesemrautan di wilayahnya masing-masing. Diksi tidak serius di atas saya gunakan sebagai pengganti tidak bekerja. Diksi yang terakhir vulgar benar.

Agar kekhawatiran atas penyalahgunaan simpang-simpang cantik tidak terjadi, mari kita bantu dan perkuat Satpol PP. Memaksimalkan camat dan lurah dalam mengawasi wilayah mereka masing-masing dan melaporkannya kepada Satpol PP adalah bantuan kongkrit untuk Satpol PP. Mencukupkan jumlah Satpol PP dan meningkatkan kapasitas personilnya adalah jenis bantuan lainnya yang juga harus diberikan demi Satpol PP yang kuat.


** Afridon

Posting Komentar

0 Komentar