Mengenal Sosok Adinegoro Alias Djamaluddin Dt Madjo Sutan Semangat Juang Pengerak Pres Indonesia

 PWI Pusat kembali selanggarakan Anugerah Jurnalistik Adinegoro


Djamaluddin Datuk Madjo Sutan, alias Adinegoro, Perintis Pers Indonesia 


Jakarta , Editor  – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat kembali selenggarakan Anugerah Jurnalistik Adinegoro jelang Hari Pers nasional 9 Februari 2021.

PWI Riau akan Ekspedisi TNTN dan TNBTHadiah UKW Angkatan XVII di Dumai, berikut nama Wartawan nilai terbaik tes masuk PWI RiauGratis, 10 Juni batas akhir daftar UKW PWI Riau

Anugerah Jurnalistik Adinegoro merupakan penghargaan tertinggi karya jurnalistik Indonesia kepada wartawan atas tulisannya yang telah dimuat di media, baik cetak, elektronik maupun media siber.

Seluruh wartawan yang masih aktif berkerja di media memiliki kesempatan menjadi peserta Anugerah Jurnalistik Adinegoro dengan mengirimkan karya mereka ke panitia penyelanggara PWI Pusat.

“Ini terbuka bagi semua wartawan yang bekerja secara aktif pada satu perusahaan media massa cetak, televisi, radio, atau media siber,” kata Ketua Panitia Tetap Anugerah Jurnalistik Adinegoro, Rita Sri Hastuti..

Kategori yang dilombakan adalah Indepth reporting untuk media cetak (AA1), Indepth reporting untuk media siber (AA2), Indepth reporting untuk media televisi (AA3), Indepth reporting untuk media radio (AA4), Foto berita untuk media cetak dan media siber (AA5) dan Karikatur opini untuk media cetak dan media siber  (AA6).

Pemenang tiap kategori akan mendapatkan hadiah Rp50 juta, trofi, serta piagam penghargaan dari PWI/ Panitia HPN 2021. 

Lanjut Rita, peserta akan dinilai berdasarkan karya-karya yang sudah dipublikasikan, ditayangkan, atau disiarkan pada media cetak, media siber, media televisi, atau media radio periode 1 Desember 2019 hingga 30 November 2020.

Karya indepth reporting atau liputan berkedalaman baik media cetak, media siber, media televisi, maupun media radio tidak bersambung/tidak berseri.

Syarat Pengiriman:

Setiap wartawan dari satu media dapat mengirimkan maksimal 5 karya per kategori (dengan catatan, satu media, maksimal 15 karya dari setiap kategori). 

Karya indepth reporting pada media cetak, media siber, media televisi, dan media radio wajib menyertakan link karya melalui Google Form atau Formulir pendaftaran yang bisa diakses melalui link: https://bit.ly/2PB4ugTh

Karya foto  dan karikatur di media cetak atau media siber, wajib mengirimkan dalam bentuk soft file beserta caption yang di-upload pada Google Form atau formulir pendaftaran yang bisa diakses melalui link tersebut di atas.  

Seluruh karya dari seluruh kategori wajib disertai sinopsis/cerita singkat (2-3 paragraf) mengenai isi dan proses pembuatannya. Khusus untuk karya televisi dan radio disebutkan pula clock_ program bersama sinopsis.

Setiap peserta wajib mengisi formulir dengan menyertakan salinan identitas diri (kartu karyawan) dan surat pengantar dari redaksi.6. Khusus untuk televisi, karya minimal harus dalam format minimal 720p (HD). Jika ukuran file lebih dari 100MB, wajib dikirimkan melalui layanan video streaming seperti Youtube, vidio.com atau lewat layanan cloud sharing, seperti gdrive, dropbox dan sejenisnya. Cukup hanya menuliskan/menyertakan link-nya saja di bagian form online yang sudah ditentukan. Pastikan link nya bisa diakses oleh panitia dan dewan juri. 

Batas Pengiriman:

Bagi seluruh peserta sudah bisa mengirim karyanya mulai hari ini  Senin 10 Agustus 2020 hingga batas akhir nanti pada 30 November 2020.


Dewan juri dalam Lomba Anugerah Jurnalistik Adinegoro ini terdiri atas tokoh pers, pengamat, dan akademisi yang menguasai bidang jurnalistik sesuai kriteria penilaian dan bekerja secara profesional.


Iinformasi lebih lanjut tetnang pendaftaran dapat menghubungi Panitia Anugerah Adinegoro 2020 – 2023, Khaterina M Saukolly (WA: 0812-8699-3551), Widya (WA: 0812-1490-3421 atau 021 3453131) dan bisa juga melalui email : anugerahjurnalistik.adinegoro@gmail.com.

Masa penjurian akan berlangsung Desember 2020 – Januari 2021 penyerahaan anugerah akan diselenggarakan pada Puncak Hari Pers Nasional 2021 yang direncanakan akan ditayangkan secara langsung di TVRI.

Sejarah Singkat  Anugerah Jurnalistik Adinegoro

Nama Adinegoro diambil dari nama salah seorang wartawan yang berjuang pada masa pergerakan kemerdekaan Indonesia. Tulisan- tulisan beliau banyak bersifat kritikan terhadap situsasi kala itu dan memberikan semangat terhadap perjuangan rakyat.

Nama asli Adinegoro adalah Djamaluddin gelar Datuk Madjo Sutan, lahir 14 Agustus 1904 di Talawi, Sumatera Barat. Anak Minangkabau ini merupakan adik kandung Pahlawan Nasional Muhammad Yamin. Kala itu, Djamaludin masih kuliah di Stovia (Sekolah Dokter Batavia) yang kemudian menjadi pusat pergerakan pemuda.


Disayangkan Djamaluddin  tidak diperkenankan untuk menulis, namun  disarankan oleh temannya, Landjumin Datuk Tumenggung, yang juga memiliki nama pena Nitinegoro untuk menggunakan nama samaran Adinegoro sebagai nama pena agar tulisannya dapat diterbitkan.


Semangat juang Djamaluddin akhirnya menjadi motivasi bagi wartawan lainnya hingga PWI memutuskan mengambil nama pena Djamaludin sebagai nama Anugerah Karya Jurnalistik Indonesia.

Insan pers masa kini mungkin hanya mengenal Adinegoro sebagai sebuah penghargaan tertinggi bagi karya jurnalistik di Indonesia, Hadiah Adinegoro atau sekarang lebih dikenal dengan Anugerah Adinegoro. Pemberian penghargaan tertinggi untuk karya jurnalistik ini mulai diselenggarakan 1974 oleh Yayasan Hadiah Jurnalistik Adinegoro di bawah naungan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).

Mungkin tak banyak tahu kalau Adinegoro dianugerahi gelar Perintis Pers Indonesia pada tahun 1974 ini adalah orang Indonesia pertama yang menempuh kuliah jurnalistik di Jerman pada tahun 1926. Menyusul kemudian beberapa wartawan Indonesia lainnya seperti M Tabrani dan Jahja Jakub

Untuk perjalanan studinya, ia menulis buku Melawat ke Barat yang juga bisa dikatakan sebagai buku pertama yang berisi kisah perjalanan wartawan Indonesia ke luar negeri.


Catatan yang dibukukan tersebut awalnya merupakan tulisan yang dikirimkan oleh Adinegoro ke majalah Pandji Poestaka, milik Balai Poestaka, yang pada masa itu (masa penjajahan Belanda), merupakan lembaga penerbitan satu-satunya. Maka wajar kemudian tulisan tersebut diteruskan setelah masa kemerdekaan, menjadi sebuah naskah novel pada tahun 1930.


** Afridom

Posting Komentar

0 Komentar