Khairul Fahmi : Pemberhentian Pejabat Memang Wewenang dari kepala Daerah



 

Pakar Hukum Tata Negara (HTN) dari Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand), Khairul Fahmi


Padang, Editor   – Pemberhentian atau penonaktifan Amasrul sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Padang berbuntut panjang. Amasrul tidak terima dinonaktifkan oleh Wali Kota Padang Hendri Septa, dan dia melakukan perlawanan.

Setidaknya Amasrul telah menempuh langkah mengadukan persoalannya ke sejumlah lembaga, mulai ke Gubernur Sumatra Barat (Sumbar), Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Inspektorat Provinsi Sumbar, Ombudsman, hingga ke DPRD.  menilai apa yang dilakukan oleh Amasrul sebagai respons atas penonaktifannya sah-sah saja.

Namun, untuk melihat persoalan itu, kata Fahmi, memang harus ditelusuri lagi lebih jauh alasan Wali Kota ketika menonaktifkan Amasrul

“Kalau (Amasrul) mau membuktikan dirinya tidak salah, maka (perlawanan) yang dilakukannya sah-sah saja,” ujar Fahmi, ketika berbincang dengan  Editor   Sabtu (7/8/2021).

Sejauh ini yang terungkap, Wali Kota Padang Hendri Septa menonaktifkan Amasrul sebagai Sekda, karena Amasrul dinilai telah melanggar Peraturan Pemerintah (PP) No.53/2020 tentang Disiplin PNS.

Amasrul dinilai Wali Kota tidak mengikuti perintah untuk menandatangani surat keputusan (SK) mutasi pejabat di Pemko Padang. Sementara, alasan Amasrul menolak menandatangani SK tersebut, karena belum ada rekomendasi dari KASN. Menurut Amasrul, jika ia tetap menandatangani SK tersebut, maka ia sendiri yang melanggar PP No.11/2017 tentang Manajemen PNS

“Kalau memang itu alasannya (Amasrul) menolak perintah Wali Kota, berarti dia sudah benar. Namun, untuk melihat kasus ini secara utuh tentu perlu digali lagi alasan sebenarnya dan alasan-alasan hukum dari Wali Kota,” ulas  Fahmi.

Menurut Fahmi, pengangkatan dan pemberhentian pejabat di kabupaten/kota memang kewenangan kepala daerah, bupati atau wali kota sebagai pejabat pembina kepegawaian. Sehingga dalam hal ini, tindakan Wali Kota Padang memberhentikan Amasrul juga tidak salah.

“Ada 3 yang perlu dilihat, apakah tindakan wali kota (menonkatifkan Amasrul) di luar kewenangan? Apakah tindakan sewenang-wenang? Apakah melampaui kewenangan? Nah, pemberhentian pejabat kan memang wewenang dari kepala daerah, tinggal 2 yang harus diuji,”  tutur Fahmi.

Soal kemungkinan Amasrul kembali menjabat Sekda, jika memang terbukti ada kesalahan dalam penonaktifannya, menurut Fahmi, akan sulit. Sebab, kata Fahmi, Sekda adalah pejabat yang memang harus sejalan dengan Wali Kota.

“Rumitnya di sana. Wali Kota tentu ingin pejabat yang diangkatnya sesuai dengan keinginannya untuk mampu menjalankan program-programnya. Kalau sudah begini (ada masalah), sepertinya Wali Kota akan sulit menerima. Lagian, pengangkatan dan pemberhentian pejabat kan memang kewenangannya,”kata   Fahmi.

Meski begitu, lanjut Fahmi, apa yang dilakukan oleh Amasrul, bisa membuktikan bahwa apa yang dilakukannya menolak perintah wali kota, adalah tindakan yang benar. Dan alasan Wali Kota memberhentikan Amasrul, adalah keliru

“Saya kira sejauh itu yang bisa diharapkan,”  beber  Fahmi

Diketahui, usai menonaktifkan Amasrul, Wali Kota Hendri Septa telah mengangkat Asisten I Sekdako Padang Edi Hasymi sebagai Pelaksana Harian (Plh) Sekda.


** Afridon

Posting Komentar

0 Komentar