Gaya Wartawan di Pemerintahan


Afridon  Wartawan  Editor


 Editor  — Wartawan, adalah sebuah profesi yang hidup dan berkehidupan di dunia jurnalistik. Tugasnya, mengumpul bahan berita, mengolahnya, lalu mempublikasikan ke media tempatnya bekerja

Dalam sejarah di republik ini, seorang wartawan bernama Adam Malik (22 Juli 1917 – 5 September 1984), yang kemudian berkiprah di politik Indonesia. Dia kemudian menjabat sebagai wakil presiden ketiga zaman pemerintahan Soekarno. Sebelumnya, dia ketua parlemen, menteri luar negeri, dan presiden Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sang Jurnalis ini ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Adam Malik telah membuat sejarah, yang berangkat mulai dari dunia Jurnalistik.

Di zaman pemerintahan Presiden Soeharto, juga muncul seorang wartawan bernama H. Harmoko. (7 Februari 1939 –4 Juli 2021). Wartawan dan pemilik Harian Pos Kota Jakarta ini, muncul menjadi politikus Indonesia, dan menjabat Menteri Penerangan. Dia juga ketua MPR di masa Presiden BJ Habibie. Dia pernah menjabat Ketua PWI (Persatuan Wartawan Indonesia).

Harmoko selama menjabat Menteri Penerangan, seringkali diledek dengan kalimat “Hari-hari omong kosong”. Tapi ledekan itu dia tak perduli. Dialah menteri yang paling suka berkata : Tunggu dulu, saya minta petunjuk bapak presiden.

Karena itulah dia dibuatkan cerita : Suatu hari di atas pesawat, kopiahnya jatuh tersenggol pramugari. Pramugari cepat-cepat hendak memungut kopiah itu, tapi Harmoko melarang. Dia bilang, jangan dipungut, tunggu petunjuk bapak presiden.

Di era Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY), Hamid Awaluddin, yang menjadi wartawan Indentitas, koran kampus Unhas Makassar, kemudian dipercaya menjadi Menteri Hukum dan HAM.

Bahwa begitu banyak wartawan yang kemudian mengikuti jejak Adam Malik, Harmoko, dan Hamid Awaluddin, meski mereka tak menjadi menteri. Ya, jadi kepala dinas cukuplah. Tetapi ada juga yang sempat jadi Dirjen di Kemeterian Hukum dan HAM, yakni Aidir Amin Daud. Dia cukup lama menjadi wartawan Harian Fajar, Makassar. Bahkan selama menjabat Dirjen, dia tetap rajin menulis di Harian Fajar.

Di lingkup Pemprov Sulsel, ada Hasan Basri Ambarala, yang kini menjabat Staf Ahli Gubernur Sulsel, mantan Kepala Biro Pemerintahan dan Otoda, juga pernah jadi Plt Kadis Sosial Sulsel.

Hasan Basri Ambarala, pernah menjabat Camat Mamajang dan Camat Rappocini di Pemkot Makassar. Dia awalnya menjadi wartawan Harian Fajar. Bahkan sampai saat ini dia masih punya media bernama Intiberita.com

Di lingkup Pemkot Makassar, juga ada wartawan. Dia adalah Tenri A.Palallo. Kini dia menjabat Kadis Perpustakaan Pemkot Makassar. Sebelumnya, dia anggota KPU Kota Makassar, kemudian kembali ke Pemkot Makassar menjabat Kadis Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) kota Makassar. Meski sibuk mnegurus OPD yang dia pimpin, dia masih produktif menulis. Rilis kegiatan di kantirnya sering dia sendiri yang bikin rilis beritanya.

Di tanah air tercinta ini, wartawan yang masuk ke pemerintahan, bukanlah dosa. Bahkan sebaliknya, punya nilai tambah yang tak dimiliki pejabat atau ASN lainnya. Sebab dia pasti hapal mati apa itu 5W 1H. Apa, siapa, mengapa, kapan, di mana, dan bagaimana.

Rumus ini, sesungguhnya bukan cuma milik wartawan, tapi juga bagi penyidik, pengacara, hakim, jaksa, inspektirat, dan juga tentunya para ASN dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, terutama bila menangani sebuah masalah. Masalahnya apa, siapa, megapa, kapan, di mana, dan bagaimana proses terjadinya masalah itu.

Seorang wartawan, hapal betul rumus ini. Bahkan saat bangun tidur pun dia masi hapal bila mendadak dia ditanya soal 5W 1H itu. Yang mereka kecewakan, adalah dengan munculnya banyak wartawan abal-abal 


** Afridon

Posting Komentar

0 Komentar