POM AU |
Jakarta,Editor - Kasus dugaan suap yang menyeret Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas RI Letkol Adm Afri Budi Cahyanto kembali mengingatkan terhadap sejumlah personel TNI yang terlibat korupsi.
KPK mengungkap kasus dugaan suap sejumlah proyek pengadaan di Basarnas melalui operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa 25 Juli 2023
Dalam OTT itu KPK membekuk sejumlah pihak swasta dan Afri. Saat digeledah, Afri diduga menerima pemberian uang senilai lebih dari Rp 900.000.000 yang diduga suap dan disimpan di dalam kendaraannya.
Setelah gelar perkara, KPK menetapkan 3 orang swasta yakni Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil, sebagai tersangka.
Dalam gelar perkara juga disimpulkan terdapat bukti yang kuat tentang dugaan suap terhadap Henri KPK menyatakan keduanya adalah tersangka dan diduga menerima suap sampai Rp 88,3 miliar dari sejumlah proyek pengadaan.
Akan tetapi, hal itu memicu polemik karena Henri dan Afri merupakan perwira militer aktif. Puspom TNI menyatakan keberatan karena seharusnya yang menetapkan status hukum terhadap Henri dan Afri adalah penyidik polisi militer.
1. Marsma Fachry Adamy
Marsekal Pertama (Marsma) Fachry Adamy pernah terseret dalam pusaran kasus dugaan korupsi.
Lelaki yang pernah menjabat Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara itu sempat disebut terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter AgustaWestland (AW)-101.
Pada saat pengadaan itu dilakukan, Fachry menjabat sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) atau Kepala Staf Pengadaan TNI AU 2016-2017.
Dalam kasus itu juga terdapat sejumlah perwira TNI AU lain yang diduga terlibat dugaan korupsi. Mereka adalah Letnan Kolonel TNI AU (Adm) WW selaku mantan Pekas Mabesau; Pelda SS selaku Bauryar Pekas Diskuau; Kolonel (Purn) FTS selaku mantan Sesdisadaau; dan Marsekal Muda TNI (Purn) SB selaku Staf Khusus Kasau (mantan Asrena Kasau).
Sementara itu KPK menetapkan Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh, sebagai tersangka. Irfan disebut menaikkan nilai jual helikopter dari semula Rp 514 miliar menjadi Rp 738 miliar.
KPK menyerahkan penanganan kasus dugaan korupsi yang membelit Fachry dan para perwira TNI AU kepada Puspom TNI.
Akan tetapi dalam persidangan Irfan, jaksa penuntut umum KPK kesulitan menghadirkan Fachry dan sejumlah perwira TNI AU yang diduga terlibat.
Dalam perjalanannya, Puspom TNI justru menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap kelima perwira TNI AU itu, termasuk Fachry.
Sedangkan Irfan divonis 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan dalam kasus itu.
2. Brigjen Teddy Hernayadi
Teddy divonis penjara seumur hidup dan dipecat dari TNI dalam kasus korupsi penyelewengan dana pembelian pesawat tempur F-16 dan helikopter Apache periode 2010 sampai 2014, senilai 12,4 juta dollar Amerika Serikat atau setara Rp 146 miliar.
Vonis itu dijatuhkan oleh Pengadilan Militer Tinggi II pada 30 November 2016.
Dia menjadi orang kedua yang divonis penjara seumur hidup setelah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar.
Sebelumnya Teddy dituntut 12 tahun penjara oleh oditur (jaksa) dalam kasus itu.
Selain itu, Teddy juga dijatuhi hukuman harus mengembalikan kerugian negara dengan nilai sebesar uang yang dikorupsi yakni Rp 146 miliar.
3. Laksma Bambang Udoyo
Majelis hakim pada Pengadilan Tinggi Militer Jakarta menjatuhkan vonis penjara 4 tahun 6 bulan kepada Laksamana Pertama (Laksma) Bambang Udoyo terkait kasus suap proyek satellite monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Vonis itu dibacakan pada 20 Desember 2017 silam. Dalam putusannya, majelis hakim pengadilan militer juga menjatuhkan hukuman denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kepada Bambang.
Selain itu, Bambang juga dipecat dari TNI AL.
Hakim menyatakan Bambang terbukti bersalah menerima suap senilai 105 ribu dollar Singapura atau sekitar Rp 1 miliar dari PT Melati Technofo.
Uang itu sebagai hadiah karena Bambang telah memenangkan perusahaan itu dalam lelang terkait proyek pengadaan satellite monitoring Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Bambang menerima uang tersebut dari Fahmi Darmawansyah melalui anak buahnnya senilai SGD 100 ribu.
Uang itu diberikan di ruangan Bambang di kantor Bakamla pada 6 Desember 2016.
** Sumber Kompas.
0 Komentar