Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsda Agung Handoko l
O
Jakarta ,Editor -- Kasus dugaan korupsi Kepala Basarnas membuat TNI dalam sorotan. TNI disebut hanya mau menduduki jabatan sipil, tetapi ketika prajuritnya menjadi tersangka pidana umum seperti korupsi, TNI tidak mau diadili di peradilan sipil.
Kepala Badan SAR Nasional atau Basarnas salah satu jabatan sipil yang diduduki oleh prajurit TNI. Marsekal Madya Henri Alfiandi yang menduduki jabatan Kepala Basarnas lalu tersandung kasus dugaan korupsi.
Henri Alfiandi telah ditetapkan KPK sebagai tersangka dugaan suap pengadaan sejumlah proyek di Basarnas. Henri diduga menerima suap hingga Rp88,3 miliar sejak 2021-2023.
Terkait anggapan bahwa TNI hanya mau menduduki jabatan sipil, tetapi tak mau tunduk pada aturan hukum sipil, Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsda Agung Handoko angkat suara.
Dalam program Rosi yang disiarkan Kompas TV pada Kamis 3 agustus 2023 Marsda Agung Handoko menegaskan, harus melihat kembali pada aturan terkait peradilan militer. Subjek hukum peradilan militer adalah prajurit militer aktif.
Dengan adanya peradilan militer itu, banyak kalangan menganggap bahwa peradilan militer untuk semua kasus hukum, terumasuk pidana umum, seolah-olah TNI memiliki privilege atau impunitas.
Namun, Danpuspom TNI Marsda Agung Handoko tegas membantah anggapan impunitas itu. "Sebetulnya tidak," kata Agung.
Menurutnya, banyak kasus hukum di kalangan anggota TNI yang diadili dengan hukuman berat di peradilan militer. Hanya saja, memang jarang terekspose ke luar di lingkungan TNI, karena media massa tidak pernah meliput penanganan hukum di lingkungan TNI. Padahal, TNI sudah terbuka.
**
0 Komentar