Eks Kadis DLH Kota Solok Ditetap jadi Tersangka, PH: Rekayasa dan Dipaksakan

Penasehat hukum S dalam kasus pengadaan tanah TPU Kota Solok


Solok. Editor –Polres Solok Kota menetapkan pria berinisial S dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah Tempat Pemakaman Umum (TPU) oleh Pemerintah Kota Solok yang menyedot APBD Kota Solok tahun 2017.


Namun, penetapan status tersangka pada mantan Kadis Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Solok tersebut dinilai dipaksakan dan dianggap kriminalisasi.


Hal ini disampaikan kuasa hukum S pada sejumlah media pada Jumat 23 September 2023


“Polisi kami nilai terlalu memaksakan kasus ini agar tetap dinaikkan, ini adalah kriminalisasi yang dilakukan oleh oknum penyidik kepada klien kami,” kata Zulkifli selalu kuasa hukum S.


Ia menjelaskan, kasus  pengadaan tanah Tempat Pemakaman Umum (TPU) yang menjerat kliennya bermula dari niat Pemko Solok menyediakan lahan Pemakaman umum bagi warga Kota Solok.


Berangkat dari menjawab harapan masyarakat itu pula, Pemko melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan kemudian mencari solusi dan didapatilah lokasi yang cocok untuk fasilitas tersebut yang mana pilihan jatuh dilahan milik Sutan Zaidir menjadi lokasi yang cocok setelah dilakukan beberapa survei di beberapa lokasi lain.


Sejalan dengan tahap-tahap yang dilalui, Pemko Solok melalui DLHK dan pemilik tanah Sutan Zaidir pun kemudian menyepakati untuk jual beli pembebasan lahan seluas  9000 meter dengan nilai pembelian Rp. 2,1 milyar yang dibayarkan melalui DPA DLHK Kota Solok tahun 2017.


“Penetapan harga tersebut juga sudah melalui kajian dan keputusan Pokja dan tim Appraisal,” jelasnya.


Namun, karena keterbatasan anggaran yang tersedia, pembelian ini hanya bisa dibayarkan sebesar Rp.920 juta pada 19 Desember 2017.


Dengan dana sebesar itu, pemilik tanah hanya melepaskan lahannya seluas 4000 meter, dan hanya akan menyerahkan sertifikat tanah tersebut, jika Pemko sudah membayar tanah tersebut secara keseluruhan (9000 meter).


Pemko pun kemudian berjanji akan menganggarkan kembali dana pembelian tanah TPU tersebut pada APBD tahun berikutnya.


” Pembayaran dana pembelian tanah tersebut dilakukan secara non tunai langsung ke rekening pemilik tanah sesuai dengan ketentuan pembayaran sebagai mana mestinya,” ujar Zulkifli.


Namun pada tahun 2018, “S”pensiun sebagai ASN, dan jabatan Kadis Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Solok pun berganti. Sementara rencana penambahan pembelian lahan sesuai kesepakatan awal tidak dilanjutkan kadis LHK berikutnya.


Pada tahun 2019, rencana penambahan biaya pembelian tanah tersebut juga urung dilaksanakan karena mayoritas kegiatan APBD Kota Solok dan DLHK terkena refocusing anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19.


Pada tahun 2020, lahan tersebut sudah tercatat sebagai asset daerah dan dibangun gapura didepan gerbang masuk ke lokasi tersebut bahkan sudah dimanfaatkan sebagai kuburan warga.


“Lahan yang sudah dibebaskan tersebut telah pula dimanfaatkan bahkan sejak terjadi penbebasan setidaknya sudah ada 30 lebih kuburan warga yang ada di lokasi tersebut. Jika kita mengkaji terhadap suatu perbuatan pidana yang dilakukan klein kami tidak ada satupun kami temukan niat jahat atau keuntungan secara pribadi yang didapat klien kami bahkan dengan kehati-hatian prosedur pembayaran dilakukan  lansung kepada pemilik lahan ,”tuturnya.


Ia menambahkan, karena persoalan keterbatasan anggaran tersebut, akhirnya dibuat kesepakatan ulang antara Pemko dengan pemilik lahan untuk melakukan pemecahan sertifikat untuk lahan seluas 4000 meter tersebut.


Namun, sertifikat tersebut sudah disita oleh penyidik Polres Solok Kota sebagai barang bukti, karena dinilai adanya indikasi tindak pidana korupsi yang dalam kasus ini kami menilai hanya menyangkut persoalan Ddeskresi administrasi yang dapat diselesaikan tanpa keharusan mentersangkakan seseorang.


” Makanya kami menilai kasus ini seolah-olah dipaksakan dan direkayasa. Padahal hanya masalah keterlambatan administrasi saja dan tidak ada pihak yang dirugikan dan terlebih lagi pemilik tanah yang sebelumnya keberatan untuk memecah sertifikat sudah beritikad baik mempunyai keinginan yang sama dengan pemerintah,”katanya lagi.


Kemudian, tambah Zulkifli, kejanggalan yang terjadi pada kleinnya saat kliennya dihadapkan pertanyaan-pertanyaan detil undang-undang, pasal dan ayat. Bahkan dalam suatu kesempatan sempat penyidik menyatakan persoalan ini sudah duduk (yakin) korupsinya.


” Saya ditodong pertanyaan undang-undang dan pasal-pasal yang tentunya tidak semuanya yang saya ketahui bahkan dalam pemeriksaan ada yang menyebutkan persoalan yang mendera saya sudah duduk persolan hukumnya, ” ucap S kepada awak media ditempat yang sama.


Terkait hal itu ia akan menggunakan seluruh saluran hukum yang ada untuk membantah tuduhan yang disangkakan tersebut.


” Kami juga sudah menyurati Kapolri dan Irwasum Polri agar kasus ini menjadi atensinya dan dihentikan. Kami tidak ingin slogan presisi yang digadang-gadang selama ini justru dirusak oleh oknum aparat di bawahnya,” ucapnya.


Selain itu, pihaknya juga akan melakukan praperadilan, namun hingga kini pihaknya belum mendapatkan surat penetapan tersangka terhadap kliennya, padahal kasus ini sudah dilimpahkan kepada kejaksaan negeri Solok.


“Klien kami belum mendapatkan haknya, yaitu surat penetapan sebagai tersangka itu, padahal kasusnya sudah dilimpahkan ke kejaksaan. Sementara surat itu menjadi penting bagi kami sebagai salah satu syarat mengajukan praperadilan,” ucap Zulkifli.


Kapolres Bantah Lakukan Rekayasa Kasus


Menjawab hal itu, Kapolres Solok Kota AKBP. Ahmad Fadilan yang dihubungi terpisah, membantah pihaknya telah melakukan rekayasa kasus. Menurutnya, penyidik sudah bekerja profesional dalam mengungkap kasus ini. Bahkan kata Kapolres, kasus ini sudah dilakukan gelar perkara di Polda Sumbar sebanyak empat kali.


” Penyidik sudah bekerja profesional, saya juga menilai kasus ini layak untuk dinaikkan. Karena sudah empat kali digelar di Polda Sumbar. Tiga kali digelar oleh Kapolres sebelum saya, dan satu kali pada masa saya,” ujarnya.


Ia mengatakan, jika memang adanya penilaian seperti itu (rekayasa), menurutnya hal yang biasa saja. Namun kata dia, untuk menguji profesionalitas penyidik Polri bisa dilihat dari hasil penyidikan jaksa dan penilaian hakim di pengadilan.


” Jadi silahkan saja uji hasilnya di kejaksaan dan di pengadilan nantinya,” kata  Ahmad Fadilan.


**Afridon

Posting Komentar

0 Komentar