mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) pada Jumat dan Sabtu, 5-6 Juli 2024, yang difasilitasi Dewan Pers di Padang. |
Padang, Editor – Mungkin karena terlalu lama bekerja tanpa laptop, saya sampai lupa cara menyalin bahan yang sudah diketik ke flash disk saat mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) pada Jumat dan Sabtu, 5-6 Juli 2024, yang difasilitasi Dewan Pers di Padang.
Sampai di mata ujian 2.5, saya belum juga menemukan cara memindahkan bahan dari laptop ke flash disk. Namun, saya tak kehilangan akal. Saya copy bahan tersebut, lalu buka flash disk dan paste bahan yang sudah di-copy tadi.
Ada 10 mata ujian yang berhubungan dengan peningkatan status dari wartawan muda ke wartawan madya yang saya ikuti itu. Dari 60 peserta UKW, 55 orang dinyatakan kompeten, sementara lima orang belum kompeten. Dua lembaga yang menyelenggarakan UKW ini adalah PWI dan Universitas Dr. Moestopo.
Dari PWI, seperti disampaikan oleh Uyun Achdiat, 31 peserta dinyatakan kompeten dan tiga belum kompeten. Sementara dari Universitas Dr. Moestopo, yang diumumkan oleh Retno Intan ZA, 24 orang ikut UKW, 22 dinyatakan kompeten, dan dua orang belum kompeten.
UKW dibuka secara resmi oleh Wakil Ketua Dewan Pers M. Agung Dharmajaya dan ditutup oleh Ketua Tim Pokja UKW Dewan Pers, H. Marah Sakti Siregar. Menurut Marah Sakti Siregar, semua wartawan harus kompeten. "Persentase wartawan yang kompeten di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan," katanya.
Untuk itu, Dewan Pers terus mendorong dan memfasilitasi UKW. "Bagi yang belum kompeten saat ini, masih terbuka kesempatan untuk ikut kembali pada UKW yang akan datang," ulasnya.
Peserta UKW berasal dari berbagai media cetak, online, serta media streaming lainnya. Ketegangan dan kegelisahan pasti dirasakan oleh para peserta, sehebat apapun wartawan tersebut. Ketika sudah diuji, terasa juga ciutnya.
Ini adalah kali kedua saya mengikuti UKW, setelah sebelumnya mengikuti UKW jenjang wartawan muda di Harian Singgalang bersama Lembaga Pers Dr. Soetomo tahun 2013. Intinya, mengikuti UKW adalah sebuah kebutuhan. Digitalisasi yang menggilas kehidupan saat ini menuntut wartawan harus profesional dan terus menambah ilmu.
Di kelompok saya yang diuji oleh Endro S. Effendi, Wakil Ketua PWI Pusat dan mantan Ketua PWI Kalimantan Timur dua periode, disebutkan bahwa sebagian orang menjadi wartawan karena otodidak.
"Ketika berita sudah kita tangani sebagai redaktur, pastikan tidak ada yang salah. Termasuk salah ketik, salah ungkapan, salah menempatkan tanda baca, dan lainnya," ulasnya. Redaktur hingga Pemred harus berani tidak populer. "Bayangkan, ketika berita yang masih berserak-serak dikirim oleh reporter, dipoles oleh redaktur, tapi pembaca dan masyarakat hanya tahu dengan wartawannya, karena melihat ujung berita," kata Endro.
** Afridon
0 Komentar