Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, |
Jakarta, Editor - Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, telah mengundang kekhawatiran mendalam dari masyarakat adat setempat. Tanpa perlindungan hukum yang memadai, posisi mereka menjadi sangat rentan terhadap pengusiran dan kriminalisasi.
Saiduani Nyuk, Ketua Badan Pelaksana Harian Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalimantan Timur, menyuarakan keprihatinan ini pada Konferensi Internasional Hari Masyarakat Adat Sedunia di Jakarta, Jumat, 9 Agustus 2024
. "Pemerintah belum memiliki kebijakan perlindungan terhadap masyarakat adat dalam konteks pembangunan IKN. Ini membuat masyarakat adat tak memiliki legalitas hukum atas tanah mereka," ujarnya.
Menurut Saiduani, hingga kini belum ada peraturan yang memberikan pengakuan, perlindungan, dan pemberdayaan bagi masyarakat adat di kawasan IKN. Ketidakpastian hukum ini menjadi ancaman nyata bagi masyarakat adat yang tinggal di wilayah tersebut. "Kondisi ini sangat mengerikan bagi mereka, karena tidak ada jaminan mereka tidak akan terusir," kata Saiduani.
Pembangunan IKN tidak hanya mengancam keberadaan wilayah adat, tetapi juga telah menimbulkan korban kriminalisasi. Saiduani mengungkapkan, sembilan orang masyarakat adat telah dikriminalisasi saat mempertahankan wilayah adat mereka, termasuk kasus di Pantai Lango pada 2023 dan pengusiran masyarakat adat Pemaluan di Kecamatan Sepaku. "Mereka bahkan dipaksa keluar dari rumah mereka sendiri," jelasnya.
Data yang dihimpun oleh AMAN bersama Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) menunjukkan bahwa empat wilayah adat di sekitar IKN terdampak langsung oleh proyek ini. Wilayah-wilayah tersebut, yakni Balik Sepaku, Balik Pemaluan, komunitas adat Maridan, dan Mentawir, dihuni oleh sekitar 7 ribu jiwa masyarakat adat yang kini menghadapi ancaman pengusiran.
AMAN kembali mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat yang diajukan sejak 2009. Meskipun RUU ini telah tiga kali masuk dalam Program Legislasi Nasional sejak 2014, hingga kini belum ada tanda-tanda akan disahkan oleh DPR.
** Afridon.
0 Komentar