Seorang pegawai protokoler di lingkungan Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman, yang dikenal dengan inisial "Ris", |
Padang Pariaman, Editor – Seorang pegawai protokoler di lingkungan Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman, yang dikenal dengan inisial "Ris", dituduh menghalangi tugas wartawan saat meliput upacara 17 Agustus yang digelar di halaman Kantor Bupati Padang Pariaman, Sabtu, 17 Agustus 2024. Peristiwa ini memicu kemarahan para wartawan dan menyoroti perilaku tidak profesional dalam dunia protokoler.
Kejadian bermula ketika Yenni Laura, Pemimpin Redaksi Media Online Sumbar Today, tengah melakukan peliputan. Dalam situasi yang seharusnya terbuka untuk media, "Ris" mengeluarkan komentar yang dinilai tidak pantas. Yenni Laura diminta untuk tidak berada di tengah lapangan saat mengambil foto, meski sudah memahami aturan tersebut. Yenni dengan tegas menjawab, "Saya tahu aturan, tidak mungkin saya mengambil foto di tengah-tengah upacara. Lagi pula, tidak ada larangan khusus di lokasi."
Komentar yang dianggap merendahkan dan tidak berdasar ini memicu ketegangan antara Yenni dan "Ris". Yenni merasa terhina, terlebih lagi karena dirinya bertugas setiap hari di lingkungan Pemkab Padang Pariaman. Insiden ini menjadi sorotan di kalangan jurnalis yang meliput acara tersebut, termasuk Eva dan Yuzal, yang juga mengungkapkan kekecewaan mereka terhadap sikap "Ris".
Perilaku "Ris" dinilai tidak hanya merugikan hubungan antara protokol dan wartawan, tetapi juga mencoreng kode etik jurnalistik. Berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, tindakan menghalangi tugas wartawan dapat dikenakan sanksi berat dengan denda hingga 500 juta rupiah.
Selain itu, "Ris" justru menambah situasi menjadi lebih panas dengan menyalahkan Diskominfo Padang Pariaman atas ketidakharmonisan antara protokol dan wartawan. Tuduhan ini memperkeruh suasana dan menimbulkan pertanyaan tentang profesionalisme dan koordinasi di kalangan internal Pemkab Padang Pariaman.
Para wartawan menuntut klarifikasi dan sikap yang lebih profesional dari pihak protokol. Mereka berharap kejadian ini menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk lebih menghargai peran media dalam menyampaikan informasi kepada publik, serta menjalin kerjasama yang baik demi terciptanya komunikasi yang efektif dan saling menghormati.
Kasus ini mencerminkan bahwa dalam menjalankan tugas peliputan, wartawan harus mendapatkan perlindungan hukum, dan sikap arogansi dari pejabat yang menghalangi tugas mereka tidak bisa ditoleransi. Diharapkan insiden ini menjadi bahan evaluasi bagi Pemkab Padang Pariaman untuk meningkatkan kualitas hubungan antara protokol dan media, demi menjaga iklim demokrasi yang sehat dan terbuka
**yeni laura / Afridon.
0 Komentar