KPK berhasil menyita uang tunai sebanyak Rp 12,1 miliar dan 500 dolar AS, |
Jakarta ,Editor– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menunjukkan ketegasan dalam memberantas praktik korupsi di tanah air. Dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar baru-baru ini, KPK mengungkap kasus dugaan suap yang melibatkan Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor. Kasus ini mengejutkan publik, terutama di tengah upaya pemerintah untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan transparan.
Dalam OTT yang berlangsung, tim penyidik KPK berhasil menyita uang tunai sebanyak Rp 12,1 miliar dan 500 dolar AS, yang diduga merupakan bagian dari suap untuk memuluskan proyek-proyek pembangunan di Provinsi Kalimantan Selatan. Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, menjelaskan bahwa uang tersebut merupakan bagian dari fee 5 persen yang ditujukan kepada Gubernur Sahbirin Noor terkait berbagai pekerjaan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kalsel.
Proyek-proyek yang Diterpa Kasus Suap
Kasus ini berpusat pada tiga proyek besar di Kalsel, yakni:
Pembangunan Lapangan Sepak Bola di Kawasan Olahraga Terintegrasi, senilai Rp 23 miliar.
Pembangunan Gedung Samsat Terpadu, senilai Rp 22 miliar.
Pembangunan Kolam Renang di Kawasan Olahraga Terintegrasi, senilai Rp 9 miliar.
Dari informasi yang dihimpun, para tersangka diduga melakukan rekayasa dalam proses lelang agar pihak-pihak tertentu dapat memenangkan tender dengan imbalan suap. Mereka membocorkan informasi mengenai harga perkiraan sendiri dan kualifikasi perusahaan yang dibutuhkan, serta mengatur proses pemilihan e-katalog sehingga hanya perusahaan tertentu yang bisa melakukan penawaran.
Tersangka dan Rangkaian Penangkapan
KPK telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus ini, di antaranya:
Sahbirin Noor (SHB), Gubernur Kalsel
Ahmad Solhan (SOL), Kepala Dinas PUPR Kalsel
Yulianti Erlynah (YUL), Kabid Cipta Karya Dinas PUPR Kalsel
Ahmad (AMD), Bendahara Rumah Tahfidz Darussalam
Agustya Febry Andrean (FEB), Plt Kabag Rumah Tangga Gubernur Kalsel
Sugeng Wahyudi (YUD) dan Andi Susanto (AND), keduanya berasal dari pihak swasta.
Dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Ghufron menambahkan bahwa selain fee 5 persen untuk Gubernur, ada juga fee 2,5 persen untuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang terlibat.
Implikasi dan Tindak Lanjut
Kasus ini mencerminkan betapa dalamnya masalah korupsi di sektor publik, yang tidak hanya melibatkan pejabat tinggi, tetapi juga melibatkan berbagai pihak dalam pengadaan barang dan jasa. Penegakan hukum yang tegas dan transparan sangat dibutuhkan untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintahan.
KPK diharapkan tidak hanya berhenti di sini, tetapi melanjutkan penyelidikan untuk menemukan dan menindak semua pihak yang terlibat dalam jaringan korupsi ini. Dengan harapan, kasus ini menjadi pelajaran bagi semua pihak, bahwa praktik suap dan korupsi tidak akan ditoleransi dan akan ada konsekuensi hukum yang berat bagi pelakunya.
Masyarakat juga diharapkan lebih aktif dalam mengawasi dan melaporkan setiap indikasi korupsi, demi terciptanya pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktik korupsi.
**tim
.
0 Komentar