Skandal Korupsi Rp661 Juta yang Menyeret Mantan Kepala Desa Katurei dan Bendahara

 


Firman Sabolak, mantan Kepala Desa Katurei, dan Ferdinand, mantan bendahara desa, menguak skandal keuangan yang menggerogoti anggaran desa. Dengan jumlah kerugian negara mencapai Rp661.916.437,


 Padang , Editor -Kasus korupsi yang melibatkan Firman Sabolak, mantan Kepala Desa Katurei, dan Ferdinand, mantan bendahara desa, menguak skandal keuangan yang menggerogoti anggaran desa. Dengan jumlah kerugian negara mencapai Rp661.916.437, skandal ini mengguncang Kecamatan Siberut Barat Daya, Kepulauan Mentawai, dan menjadi sorotan publik sejak kasus ini mencuat pada tahun 2024.

Kasus ini bermula dari laporan audit Inspektorat Daerah Kepulauan Mentawai yang mengungkap adanya penyelewengan dana desa dalam APBDesa Katurei periode 2017-2019. Berdasarkan laporan nomor 700/25/LHA-PKKN/INSP-KKM/XII-2023 yang diterbitkan pada 18 Desember 2023, ditemukan indikasi korupsi dengan nilai kerugian negara mencapai lebih dari Rp661 juta. Dugaan penyalahgunaan dana ini membuat Firman Sabolak dan Ferdinand ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Kepulauan Mentawai pada 6 Juni 2024.

Keduanya diduga kuat melakukan tindakan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau bahkan suatu korporasi dengan memanipulasi pengelolaan anggaran desa. Tindakan ini menjadi contoh nyata bagaimana korupsi di level desa bisa merusak tatanan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat setempat.

Kasus ini menyisakan luka mendalam bagi warga Katurei yang merasa dikhianati oleh pemimpin mereka. Dana yang seharusnya digunakan untuk membangun infrastruktur desa, mendukung kesejahteraan, dan memberdayakan masyarakat justru diselewengkan. Banyak proyek yang terbengkalai, serta janji-janji pembangunan yang tidak terealisasi. Masyarakat Katurei, yang mayoritas menggantungkan hidup dari sektor perikanan dan pertanian, kini harus menghadapi realitas pahit akibat ulah segelintir pejabat yang tamak.

"Sangat mengecewakan, dana yang seharusnya untuk kita malah disalahgunakan," ujar seorang warga Katurei yang enggan disebutkan namanya. Kekecewaan dan rasa tidak percaya terhadap pemerintah desa semakin terasa, menambah kerentanan sosial dan ekonomi yang selama ini sudah dihadapi oleh masyarakat Kepulauan Mentawai.

Kasus ini kini telah memasuki proses persidangan. Pada 13 Agustus 2024, persidangan pertama dimulai di Pengadilan Negeri Padang, dan sidang berikutnya dijadwalkan pada 15 Oktober 2024 dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi. Kejaksaan Negeri Kepulauan Mentawai bertekad untuk menuntaskan kasus ini dengan penuh integritas dan mengembalikan kepercayaan masyarakat.

Dalam persidangan ini, perhatian besar tertuju pada bagaimana kedua tersangka akan menghadapi dakwaan, serta sejauh mana upaya penegakan hukum dapat mengungkap kebenaran di balik kasus ini. Proses hukum yang berjalan tidak hanya menjadi pertarungan hukum, tetapi juga sebuah ujian bagi keberanian masyarakat dalam menghadapi praktik-praktik korupsi yang merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa.

Di balik persidangan yang berlangsung, masyarakat Katurei berharap agar kasus ini menjadi pelajaran penting bagi para pemimpin desa lainnya. "Kami hanya ingin keadilan dan dana desa bisa dikelola dengan benar untuk kemajuan bersama," ujar seorang tokoh masyarakat Katurei.

Melalui kasus ini, masyarakat berharap agar pemerintah daerah dan lembaga penegak hukum lebih ketat dalam mengawasi penggunaan dana desa. Mereka menginginkan agar dana yang diperuntukkan bagi pembangunan desa dapat benar-benar digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan warga, bukan untuk memperkaya individu tertentu.

Kasus korupsi Firman Sabolak dan Ferdinand menjadi peringatan bagi seluruh aparat pemerintahan desa bahwa tanggung jawab mereka bukanlah untuk memperkaya diri, tetapi untuk membangun desa dan membawa perubahan positif bagi masyarakat yang mereka pimpin. Proses hukum yang sedang berjalan ini diharapkan akan memberikan keadilan bagi masyarakat Katurei dan menjadi langkah awal untuk memperbaiki sistem pengelolaan dana desa di Indonesia.


** Afridon




Posting Komentar

0 Komentar