SMP Negeri 1, 2x11 Enam Lingkung kabupaten Padang Pariaman kamis 7 November 2024 |
Padang Pariaman, Editor — Kasus dugaan penyimpangan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan pungutan uang komite di SMP Negeri 1, 2x11 Enam Lingkung kabupaten Padang Pariaman provinsi Sumatera Barat kamis 7 November 2024
Bukti laporan 1 november 2024 |
menjadi sorotan masyarakat setelah Reclassering Indonesia (LRI) Sumatera Barat mengajukan laporan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Pariaman. Sekolah yang terletak di jalan Raya Padang-Bukittinggi, Kabupaten Padang Pariaman ini diduga melakukan berbagai pelanggaran terkait penggunaan dana BOS dan pungutan komite.
Bader Syamsu, Tim Investigasi LRI Wilayah Sumatera Barat, melaporkan sejumlah temuan mengenai kondisi sekolah yang memprihatinkan. Dengan sekitar 700 siswa yang terdaftar, dana BOS yang diterima sekolah diperkirakan mencapai Rp 15 ribu per siswa per tahun. Selain itu, dana komite yang dipungut setiap bulan dari orang tua siswa bervariasi, mulai dari Rp 100 ribu untuk kelas 7, hingga Rp 150 ribu untuk kelas 9.
“Kondisi fisik sekolah sangat tidak mencerminkan anggaran yang besar itu. Bangku-bangku rusak, papan tulis yang digunakan adalah barang bekas, dan fasilitas toilet tidak layak, membuat banyak siswa terpaksa mencari tempat lain di luar sekolah untuk buang air,” ungkap Bader dalam laporannya. Laporan ini juga mencakup temuan tentang denda yang dikenakan pada siswa yang terlambat, serta kebijakan yang tidak sesuai standar undang-undang pendidikan di Indonesia.
LRI juga mempertanyakan peran Ketua Komite Sekolah, Iryos Mardi, yang dinilai sudah tak mampu menjalankan tugasnya dengan baik, terutama dalam memantau penggunaan dana komite. Saat dihubungi oleh media, Iryos Mardi terkesan menghindar, memberikan alasan sibuk dengan berbagai kegiatan di luar sekolah.
Di sisi lain, Kepala Sekolah SMP Negeri 1, Deswiyanti, MPd, membantah semua tuduhan. Dalam keterangannya kepada media, Deswiyanti menyebut bahwa pengelolaan dana BOS di sekolah telah sesuai dengan petunjuk teknis yang ditetapkan. Dana BOS tahun ini, katanya, digunakan untuk sejumlah kegiatan seperti perbaikan atap, pembelian kursi dan meja, serta gaji guru honorer. Namun, ia mengaku tidak mengingat detail anggaran yang digunakan untuk setiap pos kegiatan.
“Tidak ada pungutan rutin dari komite. Jika ada sumbangan dari orang tua, itu bersifat sukarela. Tidak ada paksaan, apalagi yang dikaitkan dengan keharusan bayar untuk ujian atau penerimaan rapor,” tegasna.
Kejaksaan Negeri Pariaman pun mulai memproses laporan ini, dengan laporan dari LRI sudah diterima oleh Neva Azzahra, petugas PTSP Kejari Pariaman. "Laporan ini sudah melalui prosedur awal dan akan ditindaklanjuti oleh tim di bawah Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus," ujar Neva.
Kasus ini mencerminkan tantangan besar yang dihadapi dunia pendidikan di daerah, mulai dari pengelolaan dana yang tidak transparan hingga lemahnya pengawasan. Bagi masyarakat, kasus ini mengungkapkan pentingnya transparansi dalam penggunaan dana sekolah dan komite, terutama untuk menciptakan lingkungan belajar yang sehat bagi para siswa.
Sementara itu, berbagai pihak berharap agar penyelidikan kasus ini bisa segera tuntas dan menjadi pelajaran bagi sekolah-sekolah lain di Sumatera Barat untuk memastikan pengelolaan dana sesuai aturan
** tim
.
0 Komentar