6 Fakta Prostitusi Sintai Batam yang Mencengangkan

Lokalisasi Sintai
Jumat 6 Desember 2024 pukul 21.43 Wib


Batam ,Editor– Lokalisasi Sintai, atau Pusat Rehabilitasi Sosial Non Panti (PRSNP) Tanjungpandan, dulunya dirancang untuk mengatasi masalah sosial berupa prostitusi liar di Batam. Namun, tujuan mulia itu kini berbanding terbalik dengan realitas yang terjadi. Alih-alih menjadi tempat rehabilitasi, Sintai justru dikenal sebagai lokalisasi prostitusi yang secara tidak langsung dilegalkan oleh pemerintah. Berikut enam fakta mencengangkan tentang kawasan ini:

1. PSK Baru Terus Didatangkan

Alih-alih mengurangi jumlah pekerja seks, lokalisasi Sintai justru menjadi tempat eksploitasi anak di bawah umur. Baru-baru ini, polisi mengungkap kasus perdagangan manusia yang melibatkan dua gadis belia asal Garut. Mereka dijebak dengan janji pekerjaan layak, tetapi akhirnya dijadikan pekerja seks. Pelaku, termasuk muncikari yang masih di bawah umur, telah ditangkap.

2. Tarif Murah, Kehidupan Sulit

PSK di Sintai menawarkan jasa mereka dengan tarif Rp 200 ribu untuk 30 menit. Salah satu PSK, Nunu (23), mengaku dalam semalam hanya melayani 2-3 pelanggan, bahkan terkadang tidak ada. Sebagian besar pendapatannya dipotong oleh muncikari sebagai biaya sewa kamar.

3. Lonjakan Pelanggan saat Ramai

PSK seperti Lita (23) asal Indramayu menyebutkan bahwa pada malam ramai, ia bisa melayani hingga empat pelanggan. Namun, rutinitas ini bukanlah pilihan hidup yang mudah. Sebagian besar PSK terjebak dalam lingkaran ekonomi sulit, kurangnya keterampilan, atau bahkan penipuan.

4. Tingginya Risiko Penyebaran HIV/AIDS

Lokalisasi Sintai dikenal dengan ancaman kesehatan yang tinggi. Meski ada aturan penggunaan kondom, pengawasan tetap minim. Wanita-wanita muda yang bekerja di sana, sebagian di bawah usia 25 tahun, sering kali tidak menyadari risiko besar yang mengancam kesehatan mereka.

5. Awal Mula dengan Tujuan Mulia

Didirikan pada 1990-an, Sintai awalnya bertujuan meredam prostitusi liar di Nagoya dan Jodoh, dua kawasan utama di Batam. Pusat rehabilitasi ini sempat memberikan keterampilan dan pendidikan kepada PSK agar mereka bisa mandiri. Namun, fungsi rehabilitasi ini memudar seiring waktu, berubah menjadi bisnis eksploitasi.

6. Desakan untuk Menutup Kawasan

Munculnya berbagai kasus perdagangan manusia memicu seruan untuk menutup Sintai. Romo Paschal, seorang tokoh agama, menyebutkan lemahnya pengawasan dari Dinas Sosial Kota Batam sebagai salah satu akar permasalahan. Ia menilai fungsi rehabilitasi kawasan ini sudah tidak lagi berjalan sesuai aturan yang ditetapkan.

Menuju Masa Depan yang Lebih Baik

Realitas Sintai menunjukkan kegagalan sistem yang harus segera dibenahi. Pengawasan ketat dan penegakan hukum menjadi kebutuhan mendesak untuk menghentikan eksploitasi manusia di kawasan ini. Apakah pemerintah dan masyarakat siap mengambil langkah nyata untuk mengembalikan fungsi rehabilitasi dan menghapuskan lokalisasi prostitusi? Waktu yang akan menjawab.


**


Posting Komentar

0 Komentar