Minggu, 8 Desember 2024, Masjid Madinatul Munawwrah di Berok, Kota Padang, Sumatera Barat |
Pada hari Minggu, 8 Desember 2024, Masjid Madinatul Munawwrah di Berok, Kota Padang, Sumatera Barat, kembali menjadi pusat aktivitas yang tak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai markas bagi berbagai aktivitas komunitas. Terutama bagi jamaah Tabligh yang rutin berkumpul di masjid ini, tempat yang sering dijuluki "Markas Orang-Orang Berjengkot". Meski kesibukan mereka terlihat biasa, di balik setiap langkah ada cerita persaudaraan dan kehangatan yang mewarnai.
Jamaah Rutin dan Kehidupan Sehari-hari
Jamaah di masjid ini memiliki kebiasaan unik. Pak Haij, misalnya, tidak hanya dikenal sebagai seorang jamaah yang rajin, tetapi juga sebagai penjual sub daging yang selalu hadir dengan senyuman hangat. Lain lagi dengan Nur, yang menjajakan lontong pagi sebagai hidangan sarapan favorit di kalangan jamaah. Bagi mereka, makan lontong bersama dan minum air tempayan bukan sekadar sarapan, tetapi sebuah ritual kebersamaan yang menambah keakraban antar sesama.
Abak Nasri Dari Bujang Kelana Hingga Keluarga Bahagia
Salah satu tokoh yang cukup dikenal di masjid ini adalah Abak Nasri. Di masa muda, ia dikenal sebagai bujang kelana yang sering terlihat hadir di masjid, tak hanya untuk beribadah tetapi juga untuk meramaikan suasana. Kini, setelah menikah dan menetap di Purus, ia sudah jarang terlihat, namun kisah perjalanan hidupnya tetap dikenang. Abak Nasri adalah contoh bagaimana masjid tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga menjadi bagian dari perjalanan hidup seseorang.
Kenangan Liputan di Masjid: Sebuah Tempat Persinggahan
Bagi para jurnalis Afridon, masjid ini juga memiliki kenangan tersendiri. Pada tahun 2014, seorang jurnalis yang bertugas meliput di Mentawai harus tidur di masjid sebelum berangkat ke pelabuhan. Kapal menuju Mentawai hanya berangkat pukul 07.00 WIB, dan agar tidak terlambat, masjid menjadi tempat persinggahan sementara untuk beristirahat, tidur, dan mandi. Mebri, Syafrijon, dan Afridon adalah beberapa nama yang mengingatkan kembali tentang kenangan mereka saat singgah di masjid ini.
Kantin Nur dan Keindahan Pantai Padang
Tak jauh dari masjid, terdapat sebuah kantin kecil yang terkenal dengan lontong pagi yang dijual oleh Nur. Di tempat yang sederhana namun penuh kehangatan, sahabat-sahabat lama kembali berkumpul, menikmati makanan sederhana namun penuh kenangan. Di seberang sana, Pantai Padang dengan pasir putihnya yang luas dan deburan ombak yang tenang, menyuguhkan pemandangan yang menenangkan, dipadu dengan keindahan Gunung Padang yang menjulang tinggi di latar belakang.
Pantai ini, dengan keindahan alam yang memukau, seakan menjadi tempat yang tepat untuk melepaskan penat setelah seharian beraktivitas. Suasana alam yang menyatu dengan kehidupan sehari-hari di masjid ini, memberi nuansa kedamaian yang sulit ditemukan di tempat lain. Ketenangan dan kedekatan antar sesama menjadi nilai yang sangat dihargai di markas ini, menjadikan Masjid Madinatul Munawwrah sebagai simbol dari kehidupan spiritual yang tak terpisahkan dari keseharian masyarakat sekitar
**Afridon
0 Komentar