Kepala Badan Pengeloahan Keuangan.Daerah Taslim Leter, |
Padang Pariaman,Editor – Proyek Pemutakhiran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Daerah (BAPENDA) Kabupaten Padang Pariaman sedang menjadi sorotan. Proyek ini diduga menghadapi berbagai masalah, terutama ketidaksinkronan data hasil pekerjaan rekanan dengan kondisi lapangan. Akibatnya, BAPENDA dikabarkan harus kembali menggunakan data PBB lama untuk memungut pajak.
Proyek ini telah berlangsung sejak 2022 dan terus berlanjut hingga 2024 dengan total anggaran miliaran rupiah. Namun, informasi terbaru menyebutkan adanya panggilan dari pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) kepada Badan Pengelolaan Keuangan Daerah terkait dugaan maladministrasi, termasuk isu penerimaan fee sebesar 30 persen oleh pihak terkait.
Kilas Balik Proyek Pemutakhiran PBB
Proyek ini bermula dari tender tahun 2022 yang dimenangkan oleh PT. Geo Mosaic Indonesia, perusahaan asal Jawa Timur. Nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) untuk proyek tersebut mencapai Rp2 miliar. Proses tender pada 2023 kembali dimenangkan oleh perusahaan yang sama dengan nilai HPS yang meningkat menjadi Rp2,1 miliar. Pada 2024, kegiatan dilanjutkan melalui sistem Repeat Order atau penunjukan langsung kepada rekanan yang sama.
Kepala Bedan Pengelolaan Daerah Taslim Leter, saat ditemui pada Rabu, 18 Desember 2024, menegaskan bahwa proyek ini bertujuan meningkatkan nilai PBB yang stagnan sejak 2012. “Hasilnya, nilai PBB naik hingga 1.500 persen di beberapa wilayah. Ini menunjukkan keberhasilan,” ujar Taslim.
Namun, Taslim membantah adanya isu pengulangan tender pada 2022 akibat peserta tidak memenuhi syarat. “Tender langsung berjalan, tidak ada pengulangan,” katanya.
Ketidaksinkronan Data PBB
Salah satu masalah utama adalah ketidaksesuaian data yang dihasilkan oleh rekanan dengan kondisi di lapangan. Menurut Taslim, hal ini terjadi karena kompleksitas pekerjaan yang melibatkan banyak pihak, termasuk wali nagari dan korong. “Kalau ada kekurangan, nanti kami perbaiki pelan-pelan. Kesalahan biasanya kurang dari 10 persen,” jelasnya.
Namun, laporan yang diterima menyebutkan adanya tumpang tindih data yang mengakibatkan Badan Pengelolan Keuangan Daerah harus kembali menggunakan data lama dari Direktorat Jenderal Pajak.
Proses Penunjukan Langsung dan Sorotan Kejari
Penggunaan sistem Repeat Order pada 2024 menimbulkan pertanyaan, mengingat catatan ketidaksinkronan data di proyek sebelumnya. Taslim menjelaskan bahwa kebijakan Repeat Order sesuai dengan aturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). “Kalau rekanan bekerja tidak sempurna, mereka siap memperbaiki,” ujarnya.
Terkait panggilan dari Kejari, Taslim mengakui hal tersebut. “Kami dipanggil untuk menjelaskan pengaduan masyarakat. Setelah dijelaskan, tidak ada masalah,” ungkapnya. Ia juga menepis isu adanya penerimaan fee sebesar 30 persen yang dilaporkan melalui surat kaleng.
Harapan dan Tantangan ke Depan
Hingga saat ini, baru 8 dari 17 kecamatan di Kabupaten Padang Pariaman yang telah dilakukan pemutakhiran PBB. Proyek ini direncanakan selesai pada 2027, tergantung pada ketersediaan anggaran. Namun, sorotan terhadap transparansi dan akurasi data menjadi tantangan besar yang harus diselesaikan.
Dengan adanya pemeriksaan oleh Kejari, publik berharap proyek ini dapat berjalan lebih transparan dan akuntabel. “Kami akan terus memperbaiki kekurangan dan melibatkan semua pihak terkait,” pungkas Taslim.
**Afridon
0 Komentar