Dirkrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Ade Safri Simanjuntak |
Jakarta, Editor – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, kini menghadapi ancaman penjemputan paksa setelah dua kali mangkir dari panggilan polisi. Kasus ini terkait dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL). Dirkrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Ade Safri Simanjuntak, memastikan langkah ini telah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Langkah Tegas Berdasarkan Hukum
Kombes Ade Safri menyatakan bahwa penjemputan paksa dapat dilakukan apabila tersangka tidak memenuhi dua panggilan tanpa alasan yang sah. "Penyidik berhak melakukan upaya paksa sesuai prosedur hukum," ujarnya pada Selasa, 31 Desember 2024.
Ade Safri menambahkan, opsi yang tersedia adalah menghadirkan paksa Firli atau melanjutkan proses hukum dengan bukti yang ada. Langkah ini menjadi sorotan, mengingat reputasi Firli sebagai mantan pemimpin lembaga antirasuah yang sebelumnya berada di garis depan pemberantasan korupsi.
Kapolda Metro Jaya: Kasus Akan Diselesaikan Cepat
Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Karyoto, menjanjikan percepatan penyelesaian kasus ini. "Kami targetkan selesai dalam satu hingga dua bulan ke depan," ujarnya dalam konferensi pers akhir tahun di Polda Metro Jaya.
Sebagai mantan Direktur Penyidikan KPK, Karyoto memahami kompleksitas kasus ini. Ia memastikan dukungan penuh dari Divisi Koordinasi dan Supervisi Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri untuk mempercepat penyelidikan.
Berkas Perkara Belum Lengkap
Sementara itu, Kajati DKI Jakarta, Patris Yusrian Jaya, menyatakan bahwa berkas kasus Firli Bahuri masih dalam proses perbaikan oleh penyidik. "Kami telah memberikan petunjuk terkait kelengkapan berkas dan masih menunggu penyidik melengkapinya," ujar Patris.
Kejaksaan tidak akan melanjutkan kasus ini ke persidangan sebelum semua petunjuk terpenuhi. Proses administratif ini menjadi salah satu hambatan terbesar dalam mendorong kasus ini ke tahap berikutnya.
Kasus yang Mengguncang Publik
Kasus dugaan pemerasan ini mencuat setelah Syahrul Yasin Limpo mengaku mendapat tekanan dalam perkara yang ditangani KPK. Tuduhan tersebut menggemparkan publik, terutama karena melibatkan tokoh antikorupsi seperti Firli Bahuri.
Dengan status hukum yang belum jelas, kasus ini menjadi ujian besar bagi institusi penegak hukum di Indonesia. Apakah langkah penjemputan paksa akan membuka babak baru dalam proses hukum? Ataukah justru menjadi episode panjang drama hukum yang menguras kepercayaan publik?
Masyarakat kini menanti jawaban, sembari mengawasi setiap perkembangan dari kasus yang menjadi perhatian nasional ini
**
0 Komentar