LKS di Sekolah Negeri: Antara Kebutuhan Belajar dan Pelanggaran Regulasi

 


Padang, Editor -Penjualan Lembar Kerja Siswa (LKS) di sekolah sering menjadi polemik yang memancing perhatian masyarakat, termasuk di SMP Negeri 5 Padang. Kepala sekolah Junaidi dengan gamblang membenarkan adanya praktik jual beli LKS di sekolah yang dipimpinnya, menganggapnya sebagai bagian dari inisiatif guru untuk mempermudah proses pembelajaran. Namun, pernyataan ini bertentangan dengan kebijakan Dinas Pendidikan Kota Padang dan regulasi nasional yang mengatur pendidikan dasar dan menengah.

"LKS adalah karya guru," tegas Junaidi saat ditemui wartawan di kantornya, Senin (20/1/2025). Menurutnya, LKS yang dijual adalah hasil kerja keras guru-guru di sekolah, bukan dari pihak luar. Ia bahkan menyebut harga LKS bervariasi, mulai dari Rp13 ribu hingga Rp14 ribu per buku. Meski demikian, ia tidak dapat menunjukkan aturan yang membenarkan praktik ini.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kota Padang, Yopi Krislova, menekankan bahwa LKS hanyalah alat bantu belajar, bukan kewajiban. "LKS tidak boleh menjadi syarat mengajar atau dikaitkan dengan nilai siswa," ujar Yopi. Ia mengingatkan agar sekolah tidak memaksakan siswa membeli LKS, apalagi mengaitkannya dengan penilaian atau rapor.

Pemerintah Kota Padang juga tengah mempersiapkan program pendidikan gratis pada tahun ajaran 2025-2026. Program ini akan mencakup penyediaan seragam, LKS, dan alat tulis gratis bagi siswa dari keluarga tidak mampu. "Kami ingin meringankan beban masyarakat agar semua anak dapat belajar tanpa tekanan biaya tambahan," jelas Yopi.

Namun, kontroversi LKS tidak hanya berhenti pada kebijakan pemerintah. Badan Penelitian Independen Kekayaan Negara dan Pengawasan Anggaran Republik Indonesia (BPI KNPA RI) menyoroti bahwa penjualan LKS di sekolah negeri adalah praktik ilegal. "Penjualan LKS, buku, atau pungutan lain di sekolah negeri adalah tindakan melanggar hukum dan bertentangan dengan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016," kata salah satu tokoh kritis Sumbar. Ia mendesak Dinas Pendidikan memberikan sanksi tegas kepada sekolah yang melanggar aturan ini.

Tokoh tersebut juga mengingatkan bahwa dana BOS sudah mencakup kebutuhan LKS. Praktik penjualan semacam ini dianggap sebagai bentuk korupsi yang merugikan siswa dan orang tua. "Kami terus memantau dan melaporkan kasus seperti ini demi menciptakan pendidikan yang bersih dan berkualitas," tambahnya.

Pendidikan Gratis dan Tantangan Regulasi

Rencana pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan gratis tahun depan menjadi harapan baru bagi masyarakat. Namun, pelaksanaan program ini membutuhkan pengawasan ketat agar regulasi yang ada benar-benar dipatuhi. Kasus SMP Negeri 5 Padang menjadi gambaran nyata bagaimana regulasi kerap diabaikan, sehingga berpotensi menciptakan ketidakadilan dalam pendidikan.

Kontroversi LKS bukan sekadar soal biaya, tetapi juga mencerminkan ketegangan antara inisiatif lokal dan kebijakan nasional. Jika dibiarkan, praktik ini tidak hanya merugikan siswa dan orang tua, tetapi juga melemahkan integritas sistem pendidikan secara keseluruhan.

Pendidikan bermutu tidak hanya soal ketersediaan sarana, tetapi juga tentang komitmen semua pihak—guru, kepala sekolah, pemerintah, dan masyarakat—untuk menegakkan regulasi dan menciptakan lingkungan belajar yang adil serta berkualitas.


**

Posting Komentar

0 Komentar