PJ Walikota Pariaman Roberia |
Pagi itu, alam terasa begitu bersahabat. Tidak panas, tidak hujan—seakan memberi restu untuk perjalanan tanpa rencana. Dalam semangat menerapkan filosofi "Alam Takambang Jadi Guru," langkah kecil diayunkan, menuju ketidakpastian, mencari pelajaran dari setiap sudut kehidupan.
Namun, perjalanan sederhana ini ternyata membawa makna mendalam. Ketika kaki mengayun tanpa tujuan, sebuah pemandangan mengusik perhatian. Di tepi jalan yang sepi, tergeletak makhluk kecil yang telah kaku—seekor kucing. Tubuh mungilnya tak lagi bergerak, tak lagi menghirup udara. Bagi sebagian orang, ini mungkin hanya pemandangan biasa. Tetapi bagi hati yang terusik, ini adalah panggilan.
Refleksi di Persimpangan
Sebelum bertindak, keraguan sempat hinggap. Apakah tindakan ini akan dipahami? Apakah lingkungan sekitar mengizinkan? Tetapi, jika kita terlalu lama menimbang, maka kapan kita bertindak? Alam seolah menjawab kegelisahan itu. Sebilah bambu tergeletak tak jauh dari sana, seperti isyarat Tuhan bahwa kebaikan selalu dimudahkan bagi yang berniat.
Menggali lubang kecil di tanah pinggir jalan mungkin terlihat sepele, tetapi tindakan ini berbicara banyak. Ini adalah bentuk penghormatan sederhana kepada makhluk yang tak lagi bernyawa. Dalam hening, doa dilantunkan. Tubuh kecil itu diletakkan dengan penuh kehormatan, kembali ke tanah tempat asalnya.
Kemanusiaan di Ujian Jalanan
Namun, perjalanan ini juga menjadi cermin bagi manusia lainnya. Ketika meminta bantuan seorang tukang ojek, tanggapannya begitu mengecewakan. "Nanti juga ada yang mengurusnya," katanya. Sebuah jawaban yang mengingatkan betapa mudahnya kita melepaskan tanggung jawab kepada orang lain.
Tapi tidak semua hati telah beku. Seorang warga sekitar akhirnya bersedia membantu, meski hanya dengan senyuman dan izin untuk menggunakan tanah di pinggir jalan. Kadang, kita hanya butuh sedikit keberanian untuk memulai kebaikan.
Pelajaran dari Makhluk Kecil
Makhluk kecil yang kaku itu mengajarkan satu hal penting: kemuliaan tak mengenal ukuran. Ia mengingatkan kita untuk peduli, untuk bertindak, dan untuk menghormati kehidupan—sekecil apa pun itu.
Tidak perlu aksi besar untuk menunjukkan rasa kemanusiaan. Terkadang, cukup dengan menggali tanah, memanjatkan doa, dan menancapkan bambu sebagai tanda, kita telah melakukan sesuatu yang berarti.
Semua kembali kepada Sang Pencipta. Kita hanya perantara kecil dalam siklus kehidupan yang besar. Dan dari makhluk kecil yang kaku itu, kita belajar bagaimana menjadi manusia yang lebih hidup
**23 Ribu
0 Komentar