Pariaman, Editor – Bangkai Kapal Perang Teluk Bone yang terdampar di Pantai Teluk Pauh, Kota Pariaman, Provinsi Sumatera Barat, menjadi sorotan publik. Pasalnya, kapal yang didatangkan dari Surabaya dengan anggaran sekitar Rp2 miliar ini dibiarkan begitu saja tanpa ada tindak lanjut dari Pemerintah Kota Pariaman.
Warga mempertanyakan tujuan mendatangkan kapal tersebut. ajo.Pono salah seorang warga setempat, mengungkapkan kekecewaannya atas kondisi kapal yang kini terlihat keropos. “Sudah lebih tiga tahun kapal ini di Pantai Teluk Pauh, tapi tidak ada perhatian dari pemerintah. Untuk apa kapal ini dibawa ke sini kalau akhirnya dibiarkan?” ungkapnya, Kamis 2 Januari 2025
Hal senada disampaikan Ajo.Mul., warga lainnya. Ia menilai langkah Pemko Pariaman sebagai pemborosan anggaran. “Uang rakyat habis miliaran untuk sesuatu yang tidak mendatangkan manfaat. Ini mubazir,” katanya.
Rencana Awal yang Tak Berlanjut
Plt Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Pariaman, Raski Fitra, menjelaskan bahwa kapal itu awalnya direncanakan menjadi museum bahari, tempat swafoto, atau lokasi untuk menikmati sunset. Namun, hingga kini aset kapal tersebut belum diserahkan secara resmi ke Dinas Pariwisata.
“Kami tidak bisa berbuat banyak karena aset belum diserahkan dan anggaran pun tidak tersedia. Bahkan, anggaran kami tahun 2025 dipotong Rp1,2 miliar,” ujarnya.
Emri Joni, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Pariaman, menambahkan bahwa kapal tersebut awalnya direncanakan menjadi destinasi wisata baru, seperti restoran, hotel, atau museum edukasi. Namun, proses realisasi terhenti karena kebijakan pemerintah belum berlanjut.
Asal Kapal dan Kontroversi Anggaran
Menurut Raski, kapal ini merupakan hibah dari Kementerian Pertahanan yang didatangkan atas inisiatif Walikota Genius Umar. Namun, biaya pengangkutan kapal yang mencapai Rp 2 miliar menimbulkan tanda tanya. Emri Joni menyebut bahwa proses pengadaan kapal melibatkan tim khusus yang ditunjuk oleh walikota, tanpa keterlibatan langsung Dinas Pariwisata.
Tantangan dan Harapan
Meski tanpa anggaran, petugas di lapangan tetap menghimbau masyarakat agar tidak mendekati atau menaiki kapal demi keselamatan. Keberlanjutan nasib kapal kini bergantung pada kebijakan kepala daerah baru.
“Jika ada dukungan anggaran dan arahan, kami siap melanjutkan rencana awal. Tapi saat ini, kami hanya bisa menunggu,” tutup Raski.
Bangkai Kapal Perang Teluk Bone kini menjadi simbol proyek ambisius yang belum mencapai tujuannya, sekaligus pengingat pentingnya perencanaan matang dalam pengelolaan anggaran daerah.
**Afridon
0 Komentar