Pj Wali Kota Pariaman Roberia dan Jurnalis Jelajahi Tradisi Unik Mentawai

Pj Wali Kota Pariaman, Roberia, bersama rombongan jurnalis melakukan perjalanan ke Muara Seberut,

Mentawai, Editor – Pj Wali Kota Pariaman, Roberia, bersama rombongan jurnalis melakukan perjalanan ke Muara Seberut, Mentawai, guna menggali kearifan lokal masyarakat adat Mentawai. Tim jurnalis yang ikut serta dalam perjalanan ini dipimpin oleh Afridon dari Beritaeditorial.com, serta diikuti oleh Saril dari TVRI dan Roskiman dari Seroja.com.Sabtu 1 Februari 2025

Perjalanan Menuju Muara Seberut

Rombongan berangkat pada Jumat malam, 31 Januari 2025, pukul 20.45 WIB, melalui jalur Tiram dan bermalam di Masjid Munawarah, Berok, Kota Padang. Keesokan paginya, mereka bertemu dengan Juned dari Kominfo Kota Pariaman serta beberapa anggota rombongan, termasuk Warman dari Harian Koran Padang, Tomo selaku driver Pj Wali Kota, ajudan Kamil, Boy dari bagian umum, Frengki dari Sekretariat Pamong Praja, serta Dedi Virnando dari Kopassus Pamong Praja.

Menggunakan kapal Mentawai Fast 02, rombongan bertolak ke Pulau Siberut. Di atas kapal, mereka berbaur dengan wisatawan asing yang hendak berselancar di Mentawai. Perjalanan laut ini berlangsung lancar hingga tiba di Pelabuhan Sikabaluan pada pukul 11.00 WIB.

Setelah beristirahat sejenak, rombongan bertemu dengan Danramil Sikabaluan, Iskandar, dan berfoto bersama Pj Wali Kota Pariaman. Kemudian, perjalanan dilanjutkan menuju Muara Seberut, tiba pukul 13.30 WIB, dan disambut oleh Wakapolsek Muara Seberut, Iptu Ali yang berasal dari Sungai Geringging Padang Pariaman serta Kanit Intel Bripka Bagus dari Lubeg, Kota Padang.

Mengenal Tradisi Uma di Mentawai

Dalam kunjungan ini, Yosep, perwakilan komunitas Rumah Adat Uma di Muara Seberut, menjelaskan tradisi unik masyarakat Mentawai kepada rombongan. Salah satu keunikan yang menarik perhatian adalah adat pernikahan, di mana pengantin pria dan wanita harus tidur terpisah selama berbulan-bulan untuk menjaga kesucian rumah adat sebelum diperbolehkan hidup bersama.

Selain itu, tokoh Adat Yosep juga menjelaskan bahwa masyarakat Mentawai memiliki tradisi menyimpan tulang hasil konsumsi dan perburuan di dinding rumah adat Uma. Tengkorak dan tulang yang menghadap ke dalam menandakan hewan ternak yang dikonsumsi, sedangkan yang menghadap ke luar menunjukkan hasil perburuan.

Uma  Rumah Adat yang Sarat Makna

Uma merupakan rumah panggung tradisional suku Mentawai yang berfungsi sebagai pusat kehidupan sosial, budaya, dan spiritual masyarakat. Rumah ini dihuni oleh beberapa keluarga dengan seorang Sikerei sebagai pemimpin adat.

Bangunan Uma dibangun tanpa paku besi, melainkan dengan sistem tanggam atau ikatan kayu, mencerminkan kearifan lokal dalam konstruksi tradisional. Di dalamnya, selain sebagai tempat tinggal, Uma menjadi lokasi musyawarah, upacara adat, serta tempat penyimpanan pusaka leluhur.

Meski pemerintah pada 1960-an mendorong masyarakat Mentawai untuk berpindah ke pemukiman modern, banyak yang tetap mempertahankan Uma sebagai simbol identitas budaya mereka. Hingga kini, rumah adat Uma masih berdiri kokoh di berbagai wilayah Mentawai, menjadi saksi bisu kelestarian budaya yang diwariskan turun-temurun.

Kunjungan Pj Wali Kota Pariaman beserta rombongan ini tidak hanya mempererat hubungan antarwilayah, tetapi juga membuka wawasan tentang kekayaan budaya Mentawai yang tetap bertahan di tengah modernisasi


**Afridon


Posting Komentar

0 Komentar