![]() |
Tersangka 2 Orang Direktur Perusahaan, Asmadi dan yandril Kabi BPBD Padang Pariaman, |
Pariaman , Editor – Kasus dugaan laporan fiktif dalam Profesional Hand Over (PHO) proyek Rekonstruksi Jalan Sikayan Ruas Jambak - Lubuk Simantuang terus bergulir di Kejaksaan Negeri (Kejari) Pariaman. Penyelidikan yang kini telah meningkat ke tahap penyidikan menjadi sorotan, terutama karena besarnya potensi kerugian negara dalam proyek yang menelan anggaran hingga Rp 4,6 miliar.
![]() |
Kabid BPBD Padang Pariaman, yandril 55 Tahun |
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Pariaman, Yandi Mustiqa, mengungkapkan bahwa pihaknya telah memeriksa sekitar 20 saksi dari berbagai unsur, termasuk BPBD, Pokja, kontraktor, pengawas, tim teknis (Komtek), serta pelapor dari LSM LAMI.
"Kasus ini sudah masuk tahap penyidikan, namun kami harus berhati-hati dalam menetapkan tersangka. Semua pihak diperiksa agar memperoleh keterangan yang utuh sebelum tim melakukan ekspos dan menentukan adanya unsur melawan hukum serta kerugian negara," ujar Yandi Mustiqa dalam wawancara dengan wartawan pada Selasa, 25 Juni 2024.
Anggaran yang Membengkak dan Misteri Subkontrak
Awalnya, proyek ini dianggarkan sebesar Rp 4,2 miliar sesuai dengan kontrak awal. Namun, ada addendum sebesar Rp 400 juta, sehingga total anggaran membengkak menjadi Rp 4,6 miliar. Meski demikian, dugaan laporan PHO fiktif menimbulkan pertanyaan besar: Apakah dana tersebut benar-benar digunakan sesuai prosedur atau ada penyimpangan?
Yang lebih mencengangkan, pelaksanaan pekerjaan ini ternyata tidak dikerjakan langsung oleh PT. Terkas Daya Mandiri, pemenang lelang dengan kontrak Rp 4,2 miliar. Sebaliknya, kontraktor Agus menyerahkan sepenuhnya pekerjaan tersebut kepada Novel sebagai subkontraktor dengan nilai Rp 2,9 miliar melalui perjanjian Waarmerking. Hingga saat ini, Novel telah dua kali dipanggil oleh Kejari Pariaman untuk dimintai keterangan.
Siapa Novel, dan Siapa di Baliknya?
Pertanyaan besar muncul: Siapa sebenarnya Novel yang berani mengambil subkon pekerjaan ini dengan nilai Rp 2,9 miliar? Apakah ada pihak lain yang membantu memuluskan langkahnya sehingga proyek ini jatuh ke tangannya? Jika pekerjaan ini tidak sesuai standar dan merugikan negara, siapa yang harus bertanggung jawab?
Hingga kini, Kejari Pariaman masih mendalami kasus ini, termasuk menghitung potensi kerugian negara. Namun, fakta bahwa pekerjaan di lapangan diserahkan kepada subkon dengan nilai jauh di bawah kontrak awal menimbulkan tanda tanya besar mengenai kualitas serta integritas proyek ini.
Masyarakat menunggu hasil penyidikan lebih lanjut. Apakah kasus ini akan mengungkap praktik korupsi yang lebih dalam? Bagaimana dampaknya terhadap pembangunan infrastruktur di Padang Pariaman? Semua mata kini tertuju pada Kejari Pariaman dalam menuntaskan kasus ini hingga ke akar-akarnya.
**
0 Komentar