![]() |
kandang ayam itu beroperasi, hidup kami tidak lagi sama. Bau busuk tidak pernah absen kamis 24 April 2025 |
Padang Pariaman, Editor - Di balik hijaunya pepohonan dan hiruk-pikuk aktivitas warga di Korong Kayu Kapur, Nagari Sungai Buluh, Kecamatan Batang Anai, tersembunyi kisah getir yang tengah mengguncang ketenangan sebuah komunitas. Aroma menyengat yang menusuk hidung, lalat yang beterbangan di meja makan, dan air yang tak lagi jernih menjadi kenyataan sehari-hari bagi warga. Semua bermula dari satu titik sumber: sebuah kandang ayam yang berdiri megah di jantung pemukiman.
“Semenjak kandang ayam itu beroperasi, hidup kami tidak lagi sama. Bau busuk tidak pernah absen, lalat pun bersarang di dapur kami,” keluh seorang warga yang enggan disebut namanya,kamis 24 April 2025
Kandang ayam yang dikelola seorang pengusaha bernama Desmawati, menjadi sorotan tajam warga. Mereka sudah berupaya menyampaikan keluhan kepada pemerintah nagari, namun respons yang mereka dapatkan—hampa. Warga menyebut, ada indikasi kuat hubungan kekeluargaan antara pemilik kandang dan wali nagari terdahulu menjadi alasan suara mereka diabaikan.
Panggung Kekuasaan vs Jeritan Warga
Konflik ini pun bukan hanya soal bau. Ini soal ketidakadilan, soal suara rakyat kecil yang tenggelam di tengah aroma kekuasaan. Ketika media mencoba mengonfirmasi ke Desmawati, jawaban yang diterima justru mengiris hati.
“Urusan kalian apa? Tanah-tanah saya, usaha-usaha saya. Laporkan saja, saya tidak takut!” — seru Desmawati dengan nada tinggi.
Sikap arogan tersebut memperparah luka warga. Mereka merasa tidak hanya diabaikan, tapi juga diremehkan. Meski Desmawati mengklaim telah mengantongi berbagai izin usaha, mulai dari IMB hingga AMDAL, tidak satu pun bukti yang ditunjukkannya kepada media. Bahkan dokumentasi kandang pun dilarang untuk diambil, menciptakan tanda tanya besar: benarkah semuanya legal?
PJ Wali Nagari Bingung, Bukti Tak Jelas
Ketika ditemui, Pjs Wali Nagari Medi Hendra mengaku tidak mengetahui soal pendirian kandang ayam ini. Ia menyatakan bahwa sebagai pejabat baru, ia tidak memiliki data yang lengkap soal proses perizinan. Surat yang berhasil ditunjukkan hanyalah permohonan izin usaha, tanpa didampingi IMB maupun dokumen AMDAL dari Dinas Lingkungan Hidup.
Dugaan pun muncul: kandang ayam itu dibangun hanya bermodal “surat pernyataan dari lima tetangga”. Tapi kini, setelah kandang berdiri dan beroperasi, warga mendapati kenyataan pahit — lingkungan mereka tercemar, kesehatan mereka terancam.
“Kami sudah muak. Kalau masalah ini tidak diselesaikan juga, kami akan lapor ke Bupati, Pak Jon Kenedy,” ancam salah seorang warga, penuh emosi.
Bau yang Menyeruak, Harapan yang Menggantung
Kisah ini bukan sekadar tentang ternak ayam. Ini tentang hak atas lingkungan yang sehat, tentang suara warga yang harus didengar, dan tentang bagaimana hukum serta regulasi seharusnya melindungi masyarakat, bukan membungkam mereka.
Kandang itu masih berdiri. Bau itu masih menyeruak. Namun warga Korong Kayu Kapur belum menyerah. Mereka ingin hak mereka kembali: udara bersih, air jernih, dan ketenangan hidup. Mereka tidak minta banyak—hanya agar rumah mereka tak lagi seperti kandang.
**Afridon.
0 Komentar